Kisah Menginspirasi Bertemu Jodoh di Masjid

Hai, namaku Febri, saat ini umurku sudah 30 tahun dan sampai saat ini belum menikah karena seakan sangat sulit bagiku untuk menemukan jodoh. Pada dasarnya, aku bukan seorang pemilih, jika cocok dan mau menerima apa adanya, pasti aku bakal segera menikahinya dengan sederhana tentunya karena aku bukan orang kaya yang punya banyak harta.

Aku tidak paham dengan jalan hidupku, di saat teman-teman seangkatan sudah punya keluarga yang kelihatannya bahagia, aku masih sendiri menjalani kehidupan yang seperti ini sejak dulu, sendiri dan merasa kesepian.

Bukan tanpa perjuangan, berkali-kali aku coba dekati perempuan yang ada namun seakan mereka tak menghendaki kedatanganku. Teman-teman dan saudara juga pernah mengenalkanku dengan perempuan, tapi hasilnya sama saja, semuanya seakan menolakku.

Kondisi ini sempat membuatku patah arang dan tidak lagi mencari jodoh karena ku pikir ditolak berkali-kali begitu menyakitkan untukku.

Suatu ketika aku bertemu dengan salah seorang tetangga yang dianggap orang bijak karena sering memberikan nasehat, mendamaikan tetangga yang ribut-ribut dan memberikan berbagai ide untuk warga. Ia sangat dihormati karena perilakunya yang dianggap baik dan kehidupannya yang bermanfaat.

Ku coba mendatanginya, menceritakan masalahku dan meminta nasehat darinya.

Dia tmendengarkan dengan seksama, mencoba mencerna masalahku dan kemudian mengatakan sesuatu yang membuatku tertunduk.

"Kamu kayaknya jarang terlihat sholat jama'ah di masjid ya? Besok coba sholat di masjid yah, semoga gusti Allah akan memberikanmu jalan keluar dari masalahmu".

Aku memang jarang sholat di masjid, paling jika jum'atan saja dan setelah dia mengatakan hal itu, aku merasa malu dengan kehidupanku yang memang kurang dekat dengan Tuhan.

Setelah mendapatkan nasehat sederhana itu, aku coba melaksanakannya. Perlahan tapi pasti aku mulai ikut jamaah di masjid dan meski masih bolong-bolong, sebisa mungkin aku ikut jamaah dan hadir di masjid saat ada pengajian atau acara keagamaan.

Pada suatu kesempatan, sehabis sholat Isya, aku keluar masjid menuju ke halaman untuk mengambil sandalku. Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari sisi kiriku, ternyata ada jamaah wanita yang terpeleset ketika keluar masjid dan menuruni tangga depan masjid. Aku langsung berlari dan coba menolongnya, tapi aku bingung karena dia bukan mahramku dan aku tidak bisa menyentuhnya untuk membantunya berdiri. Apesnya, saat itu jamaah sudah bubar semua dan tinggal kami berdua, sementara petugas masjid tidak terlihat.

Aku bingung harus bagaimana, mau menolong tapi tidak bisa menyentuhnya. Dia juga tak bisa berdiri dan memegangi kakinya yang sepertinya terkilir. Kami saling diam, bingung apa yang harus dilakukan.

Karena panik, takut dan bingung, akhirnya aku mengatakan padanya bahwa aku akan mencari bantuan untuk membantunya. Aku lari keluar halaman dan memanggil wanita yang terlihat, memintanya untuk membantu wanita itu dan aku hanya menemaninya dari belakang sembari menundukkan wajah ketika mengantarkan wanita itu pulang ke rumah yang dipapah oleh dua perempuan yang ku mintai bantuan tadi.

Sesampainya di rumah si wanita yang tadi jatuh, aku pamit pulang dan 2 wanita yang tadi ku mintai bantuan juga ikut pulang bersamaku. Mereka menyesalkan sikapku yang tidak mau membantu wanita itu, meski aku mengatakan bahwa aku bingung karena dia bukan mahram namun sepertinya aku tetap salah dimata mereka. Yah, itu adalah hal yang membuatku semakin merasa bersalah karena sikapku yang kaku. Bahkan, sambil berbisik tapi ku dengar, salah satu wanita itu sempat mengatakan "pantes nggak nikah-nikah" dan aku hanya bisa menundukkan kepala, sedih.

Di rumah, aku memikirkan sikapku dan omongan wanita itu. Mungkin aku memang terlalu kaku dengan wanita, mungkin aku salah, mungkin itu penyebab aku tidak jua menikah hingga saat ini. Aku tidur dengan rasa bersalah yang membuatku semakin sedih.

Esok paginya, setelah sholat subuh di rumah karena kesiangan ikut jamaah subuh, tiba-tiba ada tamu. Pak Bambang, yang jarang sekali terlihat di sekitar karena sibuk bekerja di luar kota datang ke rumahku. Aku sempat bingung dengan tujuannya ke rumahku di pagi itu karena ini sangat jarang dan membuatku heran.

Ternyata pak Bambang hendak berterimakasih kepadaku karena kata keponakannya, sewaktu jatuh di masjid, akulah yang menolongnya. Lalu aku teirngat sosok wanita itu dan ternyata dia adalah keponakan pak Bambang. Yah, aku memang tak mengenalnya sama sekali. Pak Bambang kemudian lanjut cerita kalau keponakannya itu sedang liburan di rumahnya untuk beberapa saat.

Aku menceritakan yang sebenarnya kepada pak Bambang dan sekalian meminta maaf karena aku tidak langsung menolongnya. Alasanku tidak membantunya berdiri karena bukan muhrim yang menurutku memang kaku untuk kehidupan saat ini juga ku katakan. Aku tak peduli, mungkin pak Bambang juga akan marah dengan sikapku, tapi aku coba berkata dengan jujur. Dia diam saja, tak merespon perkataanku, sepertinya marah dan aku semakin merasa bersalah.

Selang dua hari aku masih tetap jamaah di masjid dan tak pernah bertemu dengan wanita yang malam itu jatuh. Mungkin dia masih sakit atau sudah pulang karena katanya sedang liburan saja. Ah, aku hanya mendoakannya semoga dia baik-baik saja dan kalau ada kesempatan bertemu, sebenarnya aku ingin minta maaf kepadanya.

Esok harinya pak Bambang datang ke rumahku lagi dan saat itu, dia mulai ngobrol banyak hal, menanyakan tentang diriku. Singkat cerita, pak Bambang punya niat untuk mengenalkanku dengan keponakannya itu. Tentu saja aku kaget, kok bisa dia malah ingin mengenalkan ponakannya itu denganku?

Aku mengiyakannya, malam harinya aku datang ke rumah pak Bambang dan aku bertemu dengan wanita itu. Namanya dewi, dia adalah wanita muda yang baru lulus kuliah dan sedang mencari kerja. Sembari mencari kerja, dia liburan ke rumah pak Bambang yang merupakan pamannya sekalian mau nengok keluarganya.

Obrolan kami sangat kaku, untung pak Bambang dan istrinya bisa mengisi kekosongan obrolan kami yang memang sama-sama pendiam itu. Yah, sebuah kejadian yang tidak terduga sama sekali. Saking gugupnya, bahkan aku sampai lupa mau minta maaf atas kejadian malam itu.

Singkat cerita, pak Bambang mengatakan bahwa ponakannya itu belum menikah dan menawariku apakah aku bersedia menikahinya. Kaget! Asli kaget bukan main karena itu sangat mengejutkan. Aku kebingungan menjawabnya. Aku hanya bisa menundukkan kepala saat itu. Tapi kapan lagi? Ini adalah kesempatan yang baik.

Aku tidak langsung mengiyakannya. Aku bertanya, apakah pak Bambang tidak salah hendak menjodohkan keponakannya denganku yang miskin ini. Pak Bambang tertawa, dia mengatakan bahwa dia tidak memandang orang dari hartanya, tapi dari sikap dan perilakunya. Dia mengatakan bahwa aku adalah pria yang baik dan dapat dipercaya. Akhirnya aku setuju dengan tawarannya itu.

Tak berselang lama kami menikah dengan pesta sederhana, aku sangat bersyukur akhirnya bisa bertemu jodoh di masjid. Tak lupa, aku berterimakasih kepada orang bijak yang dulu memberikan nasehat baik kepadaku hingga akhirnya Tuhan benar-benar memberikanku jalan untuk menemukan jodohku.

Setelah menikah, aku bertanya kepada istriku. Aku bercerita tentang pengalaman hidupku yang terbilang cukup pahit hingga bertemu dengannya di masjid dan melakukan hal yang menurutku bodoh karena tidak langsung menolongnya dengan alasan bukan mahram. Istriku tersenyum, dia mengatakan bahwa justru karena hal itulah dia sangat mengagumiku dan meminta pamannya untuk mendatangiku.

Kok bisa gitu?

Istriku mengatakan bahwa dia sudah jarang menemui pria sepertiku. Seorang pria yang kaku dengan wanita yang bukan mahramnya karena menjaga diri. Pria yang selalu menundukkan wajahnya karena ingin menjaga diri. Pria muda yang berjuang mengisi masjid. Ah, sanjungan istriku membuatku malu sendiri saat itu. Padahal aku tidaklah sebaik yang dia kira, tapi mungkin Tuhan memang telah memberikan benih cinta kepada istriku dari hal yang ku pikir adalah sebuah kekakuan sikap seorang lelaki.

Bertemu jodoh bisa dimana saja. Ada yang mengatakan bahwa kita bisa saja bertemu jodoh di tempat hiburan. Kita juga bisa bertemu jodoh di tempat maksiat. Namun tentunya kita bisa bertemu jodoh di tempat yang baik dan dirahmati Tuhan. Tergantung niat kita, ingin menemukan jodoh yang baik maka datangilah tempat yang baik pula.

Updated at: 5:37 AM

0 comments:

Post a Comment