Jarum jam di dinding menunjukkan angka 1, ternyata sudah sangat malam dan mata Jarwo masih susah untuk dipejamkan. Dalam kepalanya, ada berbagai rencana besar yang akan ia lakukan di pagi hari. Ia akan mendapatkan lompatan besar, berubah dari seorang pengangguran menjadi seorang yang sukses dan berpenghasilan tinggi. Yah, itu adalah sebuah revolusi super singkat yang sedang dibayangkan oleh Jarwo, ia terus merancangnya malam itu sehingga rencananya semakin matang.
Tak terasa ia sudah menghabiskan sekian waktu untuk memikirkan rencana itu, jarum jam sudah berpindah ke angka 2 dan ia belum juga tidur. Ia masih terus meramu rencananya dan merubah-rubah detail rencana itu, tentu dengan tujuan agar lebih matang.
Jarwo baru tertidur ketika jarum jam menunjukkan angka 3 dini hari, waktu bagi para orang shaleh untuk melakukan ibadah khusus bersama Tuhannya.
Matanya berat untuk terbuka, telinganya mendengar suara berisik, ah ternyata ibunya sedang marah-marah di samping tempat tidurnya.
"Mau bangun jam berapa Jarwo?! Teman-temanmu sudah sibuk bekerja, kamu masih bermalas-malasan di tempat tidur. Mau jadi apa kamu?!"
Jarwo terpaksa membangunkan tubuhnya yang masih kaku, ia tak ingin emaknya terus-terusan marah jika mendapatinya masih tertidur. Matanya yang masih sepet terpaksa ia buka, menatap jendela yang memancarkan sinar mentari yang begitu menyilaukan. Ia melirik jam di dinding, ternyata jarumnya sudah berada di angka 9. Ah, dia kesiangan lagi dan rencana yang ia rancang tadi malam gagal total karena kesiangan.
Pagi yang buruk, emaknya marah-marah, ia kesiangan dan tubuhnya terasa kaku, ditambah dengan rasa kantuk yang masih menghinggapinya.
Jarwo pergi ke kamar mandi, buang hajat, kumur-kumur dan mencuci mukanya tanpa menggunakan sabun. Ia melanjutkan langkah gontainya ke dapur, meramu kopi dan duduk manis di depan tv sembari menikmati paginya yang kesiangan itu.
Dari arah depan, emaknya datang dengan muka marah dan diiringi dengan suara amarah yang merupakan kelanjutan episode tadi ketika ia baru bangun tidur. Jarwo tidak bisa menjawab sama sekali, ia tahu bahwa emaknya benar dan ia yang salah, makanya Jarwo hanya menundukkan wajahnya sebagai basa-basi rasa bersalah yang sebenarnya sudah sekian puluh tahun terjadi setiap harinya.
Oh iya, Jarwo adalah seorang pemuda pengangguran yang hanya bekerja serabutan ketika ada tetangga yang membutuhkan bantuannya. Ia tak punya pekerjaan tetap, bukan karena tidak ada lowongan pekerjaan, tapi karena menurut Jarwo semua pekerjaan yang ditawarkan kepadanya kurang pas untuk dirinya. Jadi Jarwo lebih memilih untuk menekuni profesinya sebagai pengangguran sembari merancang jalan suksesnya.
Kopi tinggal setengah gelas dan mulai dingin, acara di tv tidak ada yang menarik, tak sadar matanya mulai menutup kembali dan akhirnya ia tertidur di depan tv. Emaknya tak membiarkan Jarwo tidur lagi, suara gemelegar dikeluarkannya agar sang anak bangun dan tidak hanya bermalas-malasan di rumah.
Jarwo akhirnya memilih untuk keluar rumah dan menjauh dari emaknya, dia tidak punya tujuan yang jelas dan sekedar mencari angin demi mengembalikan suasana hatinya yang sudah buruk di pagi hari ini.
Warung bu Siti jadi tujuan yang menurutnya sangat tepat, bermodal uang 5 ribu di sakunya, Jarwo nongkrong dan membeli kopi serta gorengan. Ia ngobrol dengan setiap pengunjung warung yang ditemuinya, kemudian setelah kopi dan gorengannya habis, Jarwo pergi dari warung dan menuju ke pos ronda. Ia bergabung dengan kakek-kakek yang sudah sepuh, ngobrol ngalor-ngidul dan kemudian perutnya mulai keroncongan. Ah, Jarwo baru ingat kalau dia belum sarapan dan saat ini sudah sangat siang, bahkan jam makan siang untuk orang normal juga sudah lewat.
Pulang ke rumah, makan nasi dan lauk yang sudah disiapkan oleh ibunya, lalu pergi ke kamar untuk merebahkan dirinya. Ia mengunci kamar agar sang emak tidak membangunkannya lagi seperti tadi pagi.
Jarwo bangun di sore hari, ia baru mandi hari ini dan rasanya tubuh yang tadinya sangat lengket kembali segar. Ia keluar rumah, mencari teman nongkrong yang sudah pulang kerja. Jarwo ngobrol ngalor-ngidul lagi hingga malam. Pulang ke rumah untuk makan, lalu pergi lagi untuk nongkrong. Ia baru pulang ke rumah ketika jam sudah menunjukkan angka 12 dan rasa kantuk sudah tak tertahankan.
Jarwo merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk, matanya belum mau dipejamkan dan kepalanya memulai lagi pekerjaan yang kemarin malam belum diselesaikan. Yah, Jarwo kembali merencanakan kisah suksesnya besok pagi. Ia terus memikirkan rencana yang sesuai agar bisa merubah nasib dari pengangguran menjadi orang sukses dalam waktu singkat. Jarum jam terus berputar dan Jarwo terus membayangkan kehidupannya yang indah jika sudah sukses, tanpa sadar jarum jam sudah di angka 3 dan barulah Jarwo tertidur.
Sebuah kegiatan harian yang terjadi sepanjang waktu bagi seorang tukang tidur bernama Jarwo yang memiliki mimpi yang besar.
0 comments:
Post a Comment