"Aku cuma mau menikah kalau calonnya tentara atau polisi, kalau nggak ya bisa sama PNS tapi seenggaknya dia sudah mapan dan jabatannya lebih tinggi dari bapakku". Ucap seorang teman wanita yang kemudian membuatku seakan terjun ke bawah bumi melewati berbagai ruang dan waktu menuju ke dalam kegelapan kenyataan hidup yang baru dan begitu mengejutkan bagiku.
Beberapa tahun yang lalu aku punya kenalan baru, seorang wanita yang cantik dan sangat bersahabat. Kami berdua sering menghabiskan waktu bersama melalui obrolan di aplikasi chatting yang terbanyak digunakan saat ini. Yah, melalui WhatsApp, kami saling mengenal satu sama lain, bercanda bersama, curhat dan menceritakan apa saja yang membuat kami bisa ngobrol.
Sejak awal aku ingin menganggapnya sebagai teman saja, dia pun sama, karena nyatanya aku hanyalah seorang pedagang kecil dan dia adalah anak pejabat yang mirip putri kerajaan dalam sebuah dongeng. Aku hanya sebagai teman di masa kosongnya, ah bukan bukan, mungkin aku seperti sosok pegawai keluarga yang tugasnya hanya untuk menemaninya saja.
Sekian lama berhubungan melalui dunia maya, kami belum pernah bertemu satu sama lain. Aku hanya bisa melihatnya melalui foto yang dipajang di statusnya, dia pun sama. Aku tak berani mengajaknya bertemu dan sepertinya dia juga tidak punya keinginan sama sekali untuk bertemu denganku.
Dalam sebuah obrolan yang membahas tentang masa depan dan impian, aku mengatakan bahwa aku ingin menikah dengan sederhana, hidup sederhana dengan keluarga kecil dan bahagia sebagai orang yang sederhana dan membumi.
Lalu tanpa terlalu mengomentari keinginanku, dia kemudian mengungkapkan keinginannya untuk menikah dengan mewah, ada upacara pedang pora, ada tamu undangan yang berseragam, ada karangan bunga di luar gedung pernikahan dan tentu saja mempelai yang gagah dan tampan.
Dia meneruskan ceritanya, mengatakan bahwa dia ingin menikah dengan seorang tentara atau polisi atau setidaknya PNS yang sudah mapan di kantornya. Aku bertanya "kenapa harus membatasi jodoh dengan jabatan?" lalu dia hanya tertawa dan mengalihkan ceritanya itu. Mungkin dia sadar jika keinginannya itu memang sudah membatasi kekuasaan Tuhan dan bukan lagi sebuah harapan, tapi seakan memang memaksa Tuhan untuk memberikan jodoh sesuai keinginannya saja.
Sejak mendengar pengakuannya yang sangat bertentangan denganku, perlahan tapi pasti aku mulai menjauhinya dan tidak lagi sedekat seperti dahulu kala. Bukan hanya karena prinsip kami yang berbeda, namun entah kenapa aku seperti merasa sakit hati karena aku tidak akan masuk dalam kategori calon mempelainya.
Meski awalnya aku hanya ingin menjadi temannya, namun entah kenapa aku seakan jatuh cinta kepadanya. Dia adalah seorang wanita yang cantik, suka bebersih dan merawat diri, pandai bergaul dengan siapa saja, aktif dan sangat menarik. Pria mana yang tidak jatuh hati kepada wanita seperti itu?
Tapi setelah mengetahui prinsipnya yang begitu berbeda denganku, aku seperti seorang yang patah hati, bukan karena diputuskan, namun patah hati yang punya level paling menyakitkan. Aku adalah pengagum rahasia yang patah hati tanpa diketahui olehnya. Yah, aku hanyalah orang yang mencintai dalam diam, bahkan saat kami berhubungan melalui WA, aku menjadi sosok yang menyembunyikan perasaanku sendiri.
Tidak ada yang salah ketika kita menginginkan kategori calon jodoh kita, namun bukan berarti kita harus membatasinya juga, bukan? Tuhan maha berkuasa, Dia memberikan apa saja kepada makhluk-Nya sesuai keinginan-Nya, bukan begitu?
0 comments:
Post a Comment