Pacar Memaksa Nikah Disaat Kondisi Tidak Mendukung

Toni namaku, saat ini aku masih kuliah dan baru semester 4 yang artinya baru setengah jalan untuk berhasil lulus dan menjadi seorang sarjana. Kondisi keuangan keluargaku sebenarnya kurang begitu baik, aku bisa kuliah pun karena bantuan dari saudaraku yang sudah sukses dan menjamin pembayaran kuliahku. Tentu ini adalah sebuah rejeki sekaligus masalah bagiku dan keluargaku.

Oh iya, aku sudah 3 tahun berpacaran dengan Wanda, teman sekelasku dulu kala SMA. Dia tidak melanjutkan pendidikan dan memilih untuk bekerja di sebuah bank swasta. Kami sudah sangat dekat, orang tua kami juga sudah saling mengenal dan sepertinya merestui hubungan kami berdua.

Targetku adalah untuk lulus tepat waktu menjadi seorang sarjana, mencari pekerjaan yang layak dan secepat mungkin menikahi Wanda. Sebuah impian yang membuatku semangat untuk menjalani kehidupanku yang sebenarnya cukup berantakan jika mau menengok ke dalamnya.

Masalah utamaku adalah keuangan keluarga dimana ayahku sudah cukup tua dan tak bekerja, sementara ibuku hanya jualan di pasar dan hasilnya untuk menghidupi kami sekeluarga. Aku masih punya adik yang sekolah di SD, SMP dan SMA. Tentu saja ini adalah beban berat bagi ibuku karena ia menjadi tulang punggung keluarga di kala ayahku sudah tak bekerja.

Aku punya keinginan untuk bekerja paruh waktu demi bisa menambah penghasilan keluarga, namun orang tuaku melarangnya. Mereka ingin aku fokus kuliah dan lulus dengan nilai yang bagus, karena jika aku gagal maka mereka akan malu dengan saudara yang sudah berbaik hati membiayai kuliahku saat ini.

Itu hanya sedikit tentangku, kini kita masuk ke masalah utamanya.

Malam itu aku ngapel ke rumah Wanda dan tak seperti biasanya, kedua orang tua Wanda menemuiku di ruang tamu. Mereka menanyakan tentang kuliahku, lalu melanjutkan kapan aku lulus dan yang terakhir bertanya tentang hubunganku dengan Wanda. Inti dari percakapan ini adalah mereka ingin aku segera menikahi Wanda.

Aku beralasan belum siap karena masih kuliah, namun mereka tidak mempermasalahkan hal itu dan mengatakan bahwa rejeki bisa dicari setelah menikah. Sepertinya mereka memang agak memaksa aku untuk segera menikahi Wanda. Ini adalah sebuah kondisi yang tidak ku perhitungkan sebelumnya dan kini menambah beban pikiranku. Aku mengatakan kepada mereka bahwa aku butuh waktu untuk menanyakan hal ini kepada kedua orang tuaku.

Sepulangnya dari rumah Wanda, aku menceritakan masalah tadi kepada kedua orang tuaku dan mereka melarangku untuk menikah saat ini karena tujuan utama untukku adalah lulus kuliah dengan nilai yang memuaskan agar tidak mengecewakan saudara yang sudah membiayaiku. Tentu aku semakin galau dengan keputusan kedua orang tuaku itu.

Aku bercerita kepada Wanda tentang keputusan kedua orang tuaku dan dia sangat kecewa kepadaku. Aku benar-benar bingung dan entah harus bagaimana. Di satu sisi aku sangat mencintai Wanda dan ingin menikahinya, namun di sisi lain kedua orang tuanya memaksaku untuk segera menikahi Wanda di saat yang tidak tepat seperti ini.

Seminggu setelah kejadian itu, Wanda susah untuk dihubungi dan dia seakan menghindariku. Bahkan saat aku datang ke rumahnya, kedua orang tuanya acuh dan seakan tidak suka jika aku datang kesitu. Belum lagi ditambah sikap Wanda yang sangat acuh, seakan dia juga tak mengharapkan kehadiranku.

Tak ingin tergantung dalam situasi yang menyebalkan seperti ini, aku mengajak Wanda untuk bicara 4 mata dan membicarakan masalah ini. Ia mengiyakan dan kami bertemu di pantai, berdua membicarakan masalah ini dengan lebih leluasa tanpa rasa takut untuk mengatakan isi dalam hati kami masing-masing.

Saat itulah Wanda menceritakan berbagai hal yang berhubungan dengan masalah ini. Ternyata cerita ini berawal dari datangnya orang ketiga yang mencoba melamar Wanda secara langsung, ia menolaknya karena belum kenal. Bahkan kedua orang tuanya juga menolaknya karena mereka tahu anaknya sedang menjalani hubungan denganku. Namun orang ketiga ini tidak langsung menyerah dan mundur, ia terus berjuang dan mendekati Wanda dengan berbagai cara.

Lama kelamaan orang tua Wanda luluh, namun mereka masih menghargai aku sehingga menanyakan keseriusanku untuk menikahi Wanda. Orang tuanya berharap aku segera menikahi Wanda karena umurnya yang memang sudah cukup dan teman sepantaran Wanda juga sudah menikah. Yah, ku pikir orang tua Wanda juga bijak dan baik, meski kebaikan mereka seakan tak terlihat olehku mengingat beban yang ku tanggung saat ini.

Wanda dan orang tuanya masih mengharapkanku, namun mereka ingin aku memutuskan dalam waktu singkat seperti yang mereka harapkan. Sayangnya aku benar-benar tak siap untuk menikah dan aku masih punya tujuan untuk pendidikan dan karierku ke depan. Ini adalah pilihan yang sulit. Sangat sulit.

Setelah pertemuan itu, aku dan Wanda agak menjaga jarak. Aku memikirkan solusi dan Wanda menanti keputusanku. Yah, kami seperti terpisahkan oleh keadaan yang tak kami bayangkan sebelumnya.

Dalam jarak yang semakin menjauh itu, tiba-tiba saja Wanda menghubungiku, sambil menangis dia meminta maaf. Ternyata orang tuanya menerima lamaran orang ketiga yang tadi ku ceritakan, Wanda tak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa menerima keputusan itu. Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya diam terpaku, menangis tanpa suara dan ku rasakan sebuah kondisi yang begitu menyudutkanku.

Terbersit dalam pikiranku kenangan bersama Wanda, cita-cita kami untuk menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga yang indah. Aku menyesal kenapa harus kuliah, kenapa tidak langusng bekerja dan punya uang untuk menikahinya. Kini semua sudah terlambat, orang yang ku sayangi sudah akan dinikahi pria lain dan aku hanya bisa menerima semua itu karena bagaimanapun aku berjuang merebutnya kembali, kondisiku sangat tidak mendukungnya.

Tak berselang lama Wanda menikah, aku tak datang ke pernikahannya dan hanya bisa meratapi diri di sudut kamar. Semoga engkau bahagia dengan suamimu. Maafkan aku dan kondisiku yang membuat kita harus berpisah sebelum sampai ke tujuan mulia yang pernah kita tuju bersama-sama.

Updated at: 8:42 AM

0 comments:

Post a Comment