Ceritanya saat ini saya sedang mengalami masalah hidup karena dagangan saya sepi pembeli dan modal usaha yang terus menerus terpakai untuk kebutuhan hidup. Selain penghasilan yang berkurang drastis, nyatanya pengeluaran malah bertambah banyak karena beberapa waktu yang lalu saudara sakit dan mau tak mau harus ikut membantu keuangannya.
Dagang dari pagi hingga sore gak ada pembeli satu pun dan rasanya sangat sedih. Ini bukan pertama kalinya karena sudah beberapa hari, ah bukan, beberapa minggu, oh tidak, maksudnya sudah beberapa bulan ini terjadi dan tentu saja sangat menyulitkan hidup saya dari segi ekonomi.
Kondisi mood yang sedang tidak baik ditambah dengan cuaca yang tiba-tiba saja hujan, padahal dari pagi hingga sore masih cerah. Nah, karena keadaan hati sedang buruk, saya tidak menggunakan jas hujan, niatnya ingin sambat di jalan sambil menangis biar gak keliatan banget bekas meweknya.
Eh tapi di tengah jalan hujan tambah deras dan angin lumayan kencang, daripada sakit mending berhenti dulu memakai jas hujan. Pas lagi buka jok motor untuk mengambil jas hujan, tiba-tiba saja datang seorang nenek tua yang menghampiri.
Nenek : mas mau kemana?
Saya : mau pulang mbah
Nenek : saya ikut nebeng dong mas
Saya : pulangnya kemana mbah?
Nenek : ke desa ****
Saya : oh gitu, tapi gak searah ya mbah
Nenek : ya udah gak papa mas, ke perempatan situ aja gak papa, saya sudah capek
Saya : lha si mbah darimana, kok pakai helm malah jalan kaki?
Nenek : baru pulang kerja mas, ini nungguin anak jemput tapi gak datang-datang dan keburu malam
Saya : ya sudah yuk nek ikut aja
Di tengah jalan hujan tambah deras, yang tadinya saya mau nganterin si mbah ke perempatan aja jadi gak tega hingga akhirnya saya anterin sekalian ke rumahnya. Padahal arah rumahnya berlawanan dan lumayan jauh, terus lihat jarum bensin ternyata menunjukkan arah yang memberitahukan mau habis.
Dalam hati cuma bisa berdo'a, semoga bensinnya bisa cukup sampai rumah karena kondisi hujan deras dan sudah malam jarang ada warung bensin yang buka.
Masuk ke desanya si nenek ini, lalu masuk gang sempit dan belok-belok terus sampai mentok di jalan gang terakhir. Berhenti di sebuah rumah kecil semi permanen yang sepi, entah karena sudah mulai gelap atau memang kondisi di situ memang sepi.
Turun dari motor, si nenek menyodorkan uang 10 ribu, dia bilang untuk terimakasih kepada saya karena sudah mengantarkan ke rumah. Tentu saja saya menolaknya mentah-mentah, bukan karena saya sombong atau merasa sok tidak butuh uang. Namun saya merasa bahwa tidak pantas bagi saya menerima uang dari si nenek, apalagi saya mengantarkannya dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan seperti yang ditawarkan si nenek ini.
Saya pamitan kepada si nenek, beliau terus berterima kasih dan perlahan berlalu dari gang sempit itu hingga masuk ke jalan desa. Pikiran negatif yang sebelumnya sudah hendak saya muntahkan dengan keluhan kepada Tuhan tiba-tiba saja menghilang tanpa bekas, bahkan saya sampai malu mengingat rencana saya tadi yang hendak mengeluhkan keadaan hidup kepada Tuhan.
Terkadang saya memang kurang bersyukur dengan apa yang sudah diberikan oleh Tuhan. Saya bisa hidup di rumah yang nyaman, di lingkungan yang damai, mau pergi ada motor, mau beli ini itu masih punya uang - meski pas-pasan -, bisa makan enak setiap hari, sehat, banyak teman dan berbagai nikmat yang telah Tuhan berikan. Namun, karena beberapa cobaan yang Tuhan berikan ternyata saya terlupa dengan nikmat yang ada dan terlalu lemah untuk segera mengeluhkan hidup.
Ya Tuhan ... maafkan hambamu ini yang kurang bersyukur dengan segala nikmat yang telah engkau berikan.
0 comments:
Post a Comment