Selepas lulus sekolah dasar, aku langsung berangkat ke pondok pesantren guna menimba ilmu agama sebagai bekal masa depan. Orang tuaku cukup terpandang di desa karena dianggap sebagai orang yang paham tentang agama. Tentunya orang tuaku ingin aku meneruskan jalan hidup yang lurus sesuai ajaran agama.
Aku menimba ilmu di pondok pesantren selama hampir 3 tahun, banyak ilmu agama yang aku pelajari dan secara tidak langsung aku juga terasing dengan kehidupan normal di luar pondok. Bahkan ketika orang tuaku bercerai, aku juga tidak mengetahuinya secara langsung dan tangisku pecah ketika aku pulang ke rumah dan mengetahui keadaan itu.
Sempat ada rasa sedih dan hampir putus asa melihat kedua orang tua yang aku sayangi harus berpisah, namun mereka tetap memberikan dukungan kepadaku dan tetap menampakkan wajah ceria seakan tidak ada masalah sama sekali. Aku yang punya niat berhenti dari pondok akhirnya kembali lagi, ku pikir itu adalah tempat paling nyaman karena suasana di rumah sudah tak seperti dulu.
Di pondok pesantren, aku tidak bisa merasakan situasi penuh semangat seperti dulu. Kondisi keluargaku benar-benar mempengaruhi kehidupanku saat itu. Hingga akhirnya aku nekat pamit kepada pak kyai dan keluar dari pondok setelah 6 bulan berlalu.
Sepulang dari pondok aku semakin kebingungan, ayahku menikah lagi dan tinggal di rumah istri barunya, sedangkan ibuku kembali ke rumah nenek. Rumah lama yang aku tinggali bersama keluargaku dulu kini hanya ditinggali oleh kakek dan nenekku saja. Aku pun memutuskan untuk ikut kakek dan nenek saja karena situasi yang membingungkan.
Tak berselang lama, ibuku pergi merantau ke kota besar untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ayahku sibuk dengan keluarga barunya, dan kakek nenek adalah orang tua yang merawatku secara langsung, meski kondisi mereka mulai menua dan sering sakit-sakitan.
Aku yang hanya lulusan SD dan tidak punya keahlian dalam mencari uang akhirnya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, nongkrong bersama teman-teman dan terkadang ikut nenek ke kebun mencari hasil panen yang bisa dimakan atau dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. Kondisi serba kekurangan itu berlangsung cukup lama, sekitar 3 tahun dan aku harus terus menjalaninya dengan sabar.
Kakek yang sudah tua dan sakit-sakitan akhirnya meninggal dunia dan menyisakan aku dan nenek saja. Tentunya mau tidak mau, kini aku adalah kepala keluarga di usia yang terbilang masih sangat muda. Saat inilah aku harus nekat bekerja apa saja demi mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan kami berdua.
Dengan ijazah dan skill alakadarnya, aku hanya bisa bekerja sebagai kuli panggul, kuli bangunan dan pernah aku nekat merantau ke kota untuk bekerja sebagai pelayan rumah makan. Semua profesi itu aku jalani dengan ikhlas, asal ada hasilnya tetap ku pertahankan, meski jika dihitung dari gaji dan pengeluaran tidak akan mencukupi kehidupanku dan nenek.
Ketika sedang bekerja di perantauan, aku mendapat kabar bahwa nenek sakit dan aku pun memutuskan untuk keluar kerja guna bisa menemani dan merawat nenek. Di rumah aku lebih banyak menganggur, jika tidak menjadi kuli, maka aku ke kebun mencari sumber makanan dan hasil kebun yang bisa dijual untuk makan.
Aku seperti manusia normal pada umumnya, dengan keadaan yang serba susah selama bertahun-tahun, sempat terlintas rasa kecewa dan hampir putus asa. Terkadang aku sering melamun, meratapi nasib, membayangkan kesuksesan seperti orang lain. Namun nenek terus memberikan dukungan dengan nasehat bijaknya.
"jangan menyerah dengan hidup susah, Allah maha kaya. Hanya Allah yang bisa merubah nasib. Terus berusaha dan jangan lupa berdo'a."
Ketika aku banyak mengeluh, rezeki seakan menjauhiku dan tak jarang aku harus menahan lapar karena tidak menemukan makanan di rumah. Bahkan kadang aku harus meminta makan ke rumah tetangga. Rasa malu ku singkirkan, yang penting jangan sampai kelaparan.
Suatu ketika di saat aku menjalani masa menganggur yang sudah cukup lama, tetanggaku yang sudah sukses di kota pulang ke rumah menengok keluarganya. Dia mendatangi rumahku dan menawarkan pekerjaan di kota. Aku serba bingung karena kondisi nenek yang sedang sakit, tapi kalau tidak diambil maka aku harus menjalani kehidupan serba kekurangan itu terus menerus.
Saat itulah ayahku datang, ia menyuruhku untuk menerima tawaran kerja itu dan ia mengatakan bahwa urusan merawat nenek akan ia tanggung di rumah. Aku pun merasa tenang dan akhirnya memutuskan untuk berangkat mengikuti tetanggaku itu.
Ternyata pekerjaan yang ia tawarkan adalah kuli panggul di pasar. Ia punya kios di pasar dan kekurangan kuli untuk mengangkat dagangan. Tidak peduli apa pekerjaannya, yang penting halal dan menghasilkan.
Satu tahun pertama aku masih tetap menjadi kuli panggul, gajiku juga sangat kecil dan kalau naik juga hanya sedikit saja. Namun tetap aku jalani dengan penuh kesabaran. Aku menekuni pekerjaan ini karena memang terpaksa, mengingat susahnya mencari penghasilan di kampung.
Waktu terus berganti, bisnis juraganku terus maju dan aku mulai berubah menjadi tangan kanannya yang dipercaya. Kini aku tidak lagi menjadi kuli panggul, namun ikut mengurusi penjualan dan pekerjaan ringan lainnya. Tentu dengan gaji yang lebih besar ketimbang sebelumnya.
Juraganku puas dengan kinerjaku, ia bahkan secara tidak langsung menyerahkan bisnisnya itu kepadaku dan mempercayakannya kepadaku. Bos mengembangkan bisnis barunya dan karena tidak bisa mengurusi semuanya, maka bisnis di pasar dipercayakan kepadaku. Rasa syukur aku panjatkan kepada Allah SWT karena telah memberikan rezeki yang berlimpah.
Kini aku menjalankan bisnis milik bosku dan aku yan bertanggung jawab sepenuhnya. Tugasku adalah memastikan stok dagangan lengkap, membantu pekerja lain dalam melayani pembeli, menjalin kerjasama dengan rekan bisnis, mengurusi keuangan dan bahkan aku yang memegang keuangan.
Perlahan aku bisa menabung, membeli motor, memberesi rumah yang rusak dan bahkan bisa membeli mobil meski dengan cicilan sekalipun. Kehidupanku terus membaik dan aku sangat bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan.
Kini aku sudah menikah, meninggali rumah nenek yang sudah diperbaiki, punya 2 motor dan 2 mobil. Aku masih bekerja di tempat juraganku karena aku bertanggung jawab atas bisnis yang semakin besar itu.
Jika mengingat kembali tentang masa laluku, terkadang aku sering tersenyum membayangkan kala merenung menahan lapar karena tidak ada makanan dan sekarang nasibku berubah drastis dimana kehidupan terasa lebih baik. Kesabaranku dalam menjalani kehidupan serta ketekunanku dalam melakoni peran yang Allah berikan ternyata telah merubah nasibku. Alhamdulillah.
0 comments:
Post a Comment