"Kamu mau nikah kapan? Umur sudah tua belum juga mau nikah"
Aku hanya terdiam, merenung dan terkadang marah ketika orang-orang bertanya tentang pernikahanku. Entah jawaban memuaskan apa yang bisa aku berikan kepada mereka, sedangkan aku terlalu malu untuk mengatakannya. Yah, mungkin adikku memang tepat dengan menjulukiku sebagai si pengecut, ah bukan, dia malah mengataiku sebagai pria pecundang.
Otakku memaksa kembali ke dalam kenangan 5 tahun silam saat aku masih bekerja di warung makan milik pamanku. Kala itu aku adalah seorang pemuda yang terlalu polos, sibuk bekerja dan melupakan kebiasaan anak muda untuk mencari pacar. Yah, entah kenapa dengan diriku yang tidak terlalu semangat untuk mencari pendamping hidup.
Sebenarnya aku sering diledek oleh teman-temanku, mereka bahkan mengira aku tidak normal karena belum jua punya pacar. Namun sebenarnya aku adalah pemuda yang normal, aku menyukai wanita dan ingin menikah, suatu saat nanti.
Sebagai seorang pria yang miskin kisah asmara, aku hanya punya satu kali percobaan percintaan yang menurutku sangat mempengaruhi masa depanku saat ini. Saat itu aku menyukai seorang gadis cantik bernama Mira, dia bekerja di kawasan tempatku bekerja.
Wajahnya hitam manis dengan tubuh yang ideal, pemalu dan jarang bertingkah seperti teman-teman lainnya. Aku selalu gugup ketika dia lewat di depanku atau sekedar membeli dagangan yang ada di warungku. Jangankan untuk menyapa dan genit padanya, menatapnya saja adalah hal yang sangat berat bagiku.
"Kamu suka padanya?"
"Siapa?"
"Itu si Mira"
"Ah enggak"
"Kalau suka ya ayuk ku bantu deketin"
Teman kerjaku ternyata mengetahui bahwa aku menyukai Mira dan dengan berbagai cara dia mencoba mendekatkan kami. Mulai dari ngecengin ketika Mira datang hingga mencarikan informasi kontaknya agar aku bisa berhubungan dengannya. Yah, aku hanya bisa berterima kasih kepadanya karena telah membantuku.
Setelah mendapatkan nomor Mira, aku sering mengirimkan sms dan terkadang menelponnya, namun reaksinya kurang begitu bersahabat. Bahkan, suatu ketika dia marah kepadaku karena merasa terganggu dengan perhatianku. Rasanya aku mulai patah hati dengan sosok Mira, namun bayangnya terus saja menghantui hari-hariku.
Aku mengalami fase galau dimana rasanya sangat malas untuk bekerja dan lebih banyak melamun sehingga membuat temanku kasihan. Temanku akhirnya bicara dengan pamanku dan kami nekat mendatangi Mira untuk segera melamarnya, ah mungkin hanya mengantar untuk mengutarakan isi hati si pemalu ini. Namun sayangnya mira menolak mentah-mentah dan hal itu benar-benar membuatku patah hati.
Kembali ke keadaanku saat ini, umur yang semakin menua mendekati kepala empat dan memori sakit hati di waktu silam terus saja menghantui. Aku tak berani untuk mendekati wanita lain, hatiku tetap tertulis nama Mira, namun otakku masih mengingat sakitnya ditolak olehnya.
"Kamu gak bisa kayak gini terus, umurmu sudah sangat tua dan sebaiknya kamu segera menikah"
Salah satu saudaraku mengatakan hal tersebut, pasalnya adikku yang sudah cukup umur juga belum menikah karena ia tak tega meninggalkan kakaknya yang tidak segera menikah ini. Ah, aku sangat bingung saat ini dengan keadaan yang menyiksa. Rasanya aku hanya ingin mencari jodoh yang ada saja, menikah dan membiarkan segalanya berjalan sesuai yang seharusnya.
Aku merasa bahwa tak ada kelainan yang ada dalam diriku, aku merasa normal dan menyukai lawan jenis, aku pun ingin segera menikah dan membangun kehidupan baruku. Namun apa daya, hidupku yang minim kekayaan, yang pemalu, yang penakut dan dibayang-bayangi patah hati seakan memaksaku untuk menjalani hidup tak normal ini, entah sampai kapan!
0 comments:
Post a Comment