Isak Tangis Seorang Pegawai Kantoran yang Tak Terdengar

Setelah lulus dari bangku kuliah yang panjang dan berat, akhirnya aku bisa membuat bangga kedua orang tua dan orang-orang di sekitarku dengan prestasi pendidikan yang cukup bagus. Aku pun sudah merasa puas dengan perjuanganku selama kuliah dan saat ini aku fokus untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan ternama yang bisa memberikan gaji tinggi dan posisi yang bagus untukku. Targetku memang lumayan tinggi karena orang tua dan saudaraku memang keluarga pegawai yang katanya terhormat.

Tak butuh waktu lama, aku bisa masuk ke dalam salah satu perusahaan bonafit di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi. Tentu saja keluarga dan teman-teman sangat mendukungku, mereka ikut bangga karena aku bisa masuk ke dalam perusahaan yang modern tersebut. Aku merasa sangat bahagia dan berharap bisa bekerja di kantor ini selamanya karena ku pikir ini adalah tempat yang aku impi-impikan selama ini.

Awal bekerja, aku punya teman-teman yang baik di kantor dimana mereka selalu mau membantu dan mengarahkanku saat bekerja. Sebagai pegawai baru, aku sering membuat kesalahan karena memang belum paham dengan dunia kerja di kantor tersebut, untungnya mereka yang sudah senior bisa memaklumiku. Kebaikan teman-teman kantor semakin membuatku bersemangat kerja di sini dan aku punya target yang cukup realistis agar jabatanku bisa cepat naik.

Sekian lama bekerja di kantor ini, aku mulai merasakan kelelahan yang sangat karena semakin hari beban kerjaku terus ditambah oleh atasan. Namun hal tersebut tak membuatku menjadi malas, malah ku pikir itu adalah tantangan baru yang bisa membuatku semakin kuat sebagai seorang pegawai teladan.

Salah satu atasanku adalah wanita yang sangat baik, meski dia sering memberiku banyak tugas namun dia sangat pengertian dan tak pernah marah meski aku berbuat salah. Posisinya juga sangat bagus dan membawahi banyak pegawai, termasuk aku. Dalam hati, aku juga ingin menduduki posisi tersebut karena sepertinya aku bisa meningkatkan kualitas kerjaku jika ada di posisi tersebut.

Semuanya nampak baik-baik saja selama beberapa bulan aku kerja di kantor ini, dengan gaji yang tinggi dan perusahaan bonafit yang aku harapkan. Yah, semua itu adalah ujian!

Keanehan dimulai ketika atasanku tiba-tiba saja keluar dari kantor dengan alasan bahwa dia punya pekerjaan baru di dinas pemeritahan seperti yang dia impikan selama ini. Ku pikir dia berbuat kesalahan karena posisi di kantor sudah sangat enak, namun dengan pekerjaan di dinas pemerintahan, keputusannya untuk resign adalah hal yang wajar.

Karena atasanku keluar, lalu terjadi pergantian posisi untuk menggantikannya dan anehnya tidak ada satupun pegawai yang mau menggantikannya sama sekali. Entah apa yang terjadi, apakah mereka tidak mau kenaikan pangkat atau mereka sudah nyaman dengan posisinya sekarang?

Sebagai pegawai junior, aku sangat kaget ketika aku yang disuruh untuk menggantikan posisi atasan yang keluar tersebut. Tanpa pikir panjang aku pun menerimanya dan menduduki jabatan baru yang lumayan aku harapkan sebelumnya. Teman-teman memberikan ucapan selamat yang membuatku ikut bahagia pula, namun seakan ada sesuatu yang tersembunyi di wajah mereka. Senyum mereka palsu dan seakan memasang wajah kasihan kepadaku, ada apa ini?

Mendapat kenaikan jabatan, kenaikan gaji dan punya bawahan adalah hal yang aku impikan, ini seperti skenario yang lama aku rencanakan. Namun nyatanya kehidupan ini penuh dengan kejutan dan posisi baruku tersebut penuh dengan tanggung jawab kerja yang sangat besar. Aku sudah mulai ragu melihat target kerja yang ku bilang gila. Dengan beban kerja seperti itu, aku seperti robot yang terus dipaksa dan dibebani target tinggi oleh atasanku.

Tak butuh waktu lama aku sudah merasa keteteran di posisi baru ini, aku harus berangkat paling pagi dan pulang paling malam untuk menyelesaikan tugasku di kantor. Belum lagi atasanku yang terus menekanku untuk meningkatkan kinerja bawahanku. Di satu sisi aku harus tunduk pada atasan, di sisi lain aku tak tega memaksa teman-temanku untuk bekerja menggila demi atasanku. Rasanya aku mulai tak kuat bekerja di kantor ini, bahkan kadang aku menangis sesenggukan di meja kerjaku kala aku merasa betapa beratnya beban kerja yang aku jalani saat ini.

Aku mengingat atasanku sebelumnya yang posisinya aku gantikan saat ini, aku baru tahu betapa hebatnya dia dalam bekerja, tanpa mengeluh sama sekali dia bisa bertahan di posisi yang paling tidak manusiawi ini. Ternyata, dibalik senyum dan ketegarannya, dia menyimpan kesengsaraan yang saat ini harus aku rasakan.

Orang-orang mengira aku sudah sukses karena jabatanku sekarang, gajiku yang naik dan bahkan aku sering dipanggil bos. Namun mereka sungguh tak tahu sama sekali bahwa aku sangat menderita dengan posisiku saat ini, aku seperti robot, ah bukan, mungkin seperti pekerja rodi yang dipaksa sampai titik darah penghabisan. Ingin rasanya aku mengeluh dan menangis namun aku tahan agar bawahanku tidak down dengan keadaan ini karena aku tahu bahwa mereka juga punya beban kerja yang sama beratnya denganku.

Salah satu momen paling menyakitkan dalam hidupku adalah saat target kerja tak tercapai, bos memanggilku dan tanpa mempedulikanku sama sekali, dia memaki-maki seenaknya hingga aku menjadi sangat sedih seperti aku bukan manusia di depannya. Itu adalah pertama kalinya aku diperlakukan seperti hewan oleh manusia yang aku hormati selama ini, bos yang katanya harus jadi panutan ternyata punya sifat yang sangat kejam kepada bawahannya.

Hidup memang tak seperti yang dibayangkan, orang-orang iri dengan nasibku saat ini yang menduduki posisi pekerjaan bagus dengan gaji yang tinggi, namun mereka sama sekali tak mengerti penderitaanku di sini. Ingin rasanya aku keluar kerja dan mencari pekerjaan lain yang lebih manusiawi, namun kontrak kerja yang tak bisa aku tinggalkan seakan semakin menyiksaku saja. Apakah aku akan kuat menahan beban kerja ini, atau aku akan kalah? Biar waktu yang menjawabnya!

Updated at: 10:25 PM

0 comments:

Post a Comment