Hay kenalkan namaku Bima, seorang pemuda lulusan SD yang menjadi kuli bangunan. Saat ini aku berumur 25 tahun, punya kulit yang hitam karena sering bekerja di bawah panasnya mentari, wajahku biasa-biasa saja, tidak tampan dan agak jelek (yeah).
Saat ini aku tinggal bersama emak, sejak bapak meninggal akulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Pekerjaan apa saja aku lakukan demi bisa menyambung hidup, kata emak "yang penting halal". Seperti yang ku katakan tadi, aku adalah seorang kuli bangunan yang saat ini sedang bekerja di kota sebelah.
Tak seperti teman-teman lain yang membawa motor saat berangkat kerja, rumahku yang cukup jauh membuatku harus jalan kaki menyusuri jalan tak beraspal sejauh 30 KM hingga sampai di jalan raya. Setelah sampai, aku harus menunggu bus kota yang lewat agar aku bisa ikut hingga ke tempat kerjaku di kota sebelah.
Apakah hidupku berat? Kurasa tidak juga, aku masih punya ibu yang menyayangiku dan aku masih punya Tuhan yang senantiasa memberiku rejeki. Aku tak ingin mengeluhkan kehidupanku saat ini, mungkin saja ini memang takdir yang digariskan Tuhan.
Suatu hari tak seperti biasanya aku bangun kesiangan, dengan tergesa-gesa aku berangkat kerja tanpa sarapan, dan setelah naik bus ternyata dompetku yang lusuh ketinggalan di kamar. Tepuk jidat deh, mau bayar pakai apa ini nanti dimarahin sama kenek dan sopirnya.
Di perjalanan aku mulai panik, keringat mulai bercucuran karena memang bus yang saya naiki bukanlah bus ber-AC, bus ini penuh sesak dengan penumpang lain yang hendak ke pasar ataupun sepertiku, bekerja di kota sebelah yang memiliki lahan pekerjaan lebih baik ketimbang di kotaku sendiri.
Sampai di tempat tujuan, aku turun dan kenek menarik bayaran kepaku,
Aku : mas, maaf banget nih, sumpah dompetku ketinggalan tadi. Aku gak bawa uang sepeserpun, maaf banget gak bisa bayar.
Kenek : wah enah bener loe! Kalau gak punya uang gak usah naik bus, jalan kaki aja dari tadi. Loe pikir ini bus jalan gak butuh bahan bakar apa?
Sopir : ada apa sih ribut-ribut?
Kenek : ini bang, dia gak mau bayar ongkos, malah pura-pura dompet ketinggalan segala.
Sopir : bener kamu gak bawa uang? (bertanya kepadaku)
Aku : Sumpah pak! tadi kesiangan jadi dompet ketinggalan, mohon kebijaksanaannya pak.
Kenek : enak aja loe! banyak alasan aja!
Sopir : sudah sudah jangan ribut, gak enak sama penumpang lain. Ya sudah saya gratiskan hari ini, tapi besok-besok jangan diulangi lagi yah. Saya tahu kamu anak yang jujur.
Aku : (langsung menggenggam tangan si sopir sambil menciumnya) makasih banyak pak atas kebijaksanaannya, sekali lagi saya mohon maaf.
Setelah ada keributan sedikit waktu turun tadi karena aku tak bisa bayar ongkos, akhirnya aku dibiarkan pergi oleh sang sopir. Aku segera lari ke tempat kerja, yah ketinggalan sebentar dan sang mandor sudah marah-marah aja nih orang.
Kerja hari ini benar-benar melelahkan, karena tidak sarapan dan cuaca yang sangat panas, aku sampai lemas tak berkulai, mataku berkunang-kunang. Hampir saja aku pingsan, tapi aku tahan-tahan karena malu sama kuli yang lain, lagipula aku takut dimarahi mandorku, bisa-bisa aku dipecat.
Sore harinya aku selesai kerja, kuli dan tukang lain sudah pulang menaiki motornya, mereka tak ada yang satu arah denganku, jadi aku tak pernah ikut nebeng karena gak enak juga. Aku berjalan dengan pelan, mendatangi mandorku sekedar minta uang 5 ribu saja untuk ongkos pulang karena tak bawa uang, eh si mandor malah marah-marah dan dia bilang belum saatnya gajian!
Hmm terpaksa deh pulang jalan kaki, meski lelah dan kaki pegal-pegal tapi tak apa lah, mungkin memang sudah takdirku agar jalan kaki. Sudah setengah jam aku jalan kaki, berharap ada truk atau mobil angkutan lewat, aku ingin nebeng pulang, tapi entah kenapa tak ada satupun yang lewat. Bahkan kalau diingat-ingat saat itu jarang sekali ada mobil yang lewat, ada juga ngebutnya minta ampun, aku berhentikan gak ada yang mau.
Pas lagi jalan dengan langkah yang mulai goyah, tiba-tiba ada bus lewat, dan sontak aku nengok dan secara reflek aku melambaikan tangan. Bus berhenti, tapi aku ingat gak bawa uang, jadi aku bilang gak jadi. Gak tahu kenapa, ternyata bus yang tak sengaja aku hentikan itu, adalah bus yang tadi pagi aku tumpangi secara gratis, dan si kenek kembali mencak-mencak memarahiku karena dikira aku mengerjainya.
Si sopir keluar dan menemuiku, aku semakin gemetar dan ku kira dia akan marah-marah seperti keneknya karena aku menghentikannya tadi, tapi ternyata,
Sopir : kamu yang tadi pagi kan?
Aku : i iya pak, maaf tadi gak sengaja menghentikan laju bapak. Maaf banget pak.
Sopir : gak bawa uang kan? sudah naik saja, nanti saya antar ke rumah, gratis gak usah bayar.
Kenek : loh dibiarin aja bang, ntar setoran gimana?
Sopir : udah gak apa-apa, setoran nanti saya yang urus sama juragannya.
Saya kembali mencium tangan si sopir dan bergegas naik ke bus, dan saat saya naik di kenek dengan muka sinis berbisik "untung banget loe, 2 kali naik bus gratis", saya hanya menunduk karena malu dan tidak enak kepadanya.
Setelah hari itu, saya masih terus melanjutkan aktivitas kerja saya dan selalu mengingat-ingat dompet dan uang saku saya jangan sampai ketinggalan lagi. Namun entah kenapa, saya tak pernah ketemu lagi sama bus yang menolong saya waktu itu, padahal kalau ketemu saya ingin mengganti ongkos yang dulu.
Beberapa bulan berlalu, saya nekad membeli motor baru dengan membayarnya secara kredit tiap bulan, sebenarnya terpaksa karena saya kesulitan berangkat kerja kalau harus terus naik bus, kadang gak kebagian bus jadinya telat kerja dan tahu sendiri si mandor suka marah-marah.
Hari itu adalah sabtu di akhir pekan, aku sudah menerima gajiku selama 1 minggu dan aku pulang agak telat karena harus menunggu gajian dari si bos. Saat aku memacu motorku di perjalanan pulang yang sepi, tiba-tiba di depanku ada pemandangan yang tak mengenakan. Terjadi kecelakaan dimana ada bus yang menabrak pohon dan jatuh ke jurang yang dalamnya hampir 10 meter.
Aku turun dari motor dan langsung turun ke jurang itu, berharap aku bisa menolong korban yang ada di dalamnya. Sepi, yah ku lihat tak ada penumpang di bus itu, aku sudah memutarinya dan belum ku temukan para penumpangnya. Hingga akhirnya aku menemukan sopir bus itu terjepit, dia merintih kesakitan dan aku langsung menolongnya, menggendongnya ke atas di bahu jalan. Aku bertanya apa masih ada penumpang lain, dia menggelengkan kepala. Wajahnya penuh darah, mungkin karena benturan yang keras, kak dan tangannya sepertinya patah.
Aku bingung mau menunggu pertolongan tapi jalanan sepi banget, mau ku bawa takutnya dia kesakitan karena aku hanya bawa motor, tapi kondisinya sudah sangat parah hingga akhirnya aku nekad menggendongnya dan mengikat di punggungku, lalu aku bawa dia ke rumah sakit terdekat agar mendapat pertolongan.
Lama ku tunggu di ruang rumah sakit, dokter datang dan mengatakan kalau kondisi sopir itu sudah membaik dan aku bisa menengoknya. Aku masuk ke dalam ruangan, ku lihat dia sadar dan dengan suara serak, dia meminta tolong kepadaku agar memberitahu keluarganya.
Setelah ditunjukkan alamatnya, aku segera ke rumah sopir bus itu dan memberitahukan kecelakaan yang dialami keluarganya itu. Seorang ibu yang mungkin istrinya, dan seorang anak gadis histeris mendengar kabar itu. Mereka ku antar ke rumah sakit, boncengan 3 karena terpaksa gak ada ojek atau tetangga yang mau mengantar, maklum saat itu hujan turun dengan derasnya.
Sampai di rumah sakit, mereka menuju ruangan dan menangis histeris. Si sopir bus memanggilku, wajahnya diperban dan aku mendekatinya, dia mengatakan sesuatu dengan cukup lirih kepadaku,
Sopir : terimakasih mas, kamu yang waktu itu naik bus gak bayar kan?
Aku : (Degggg! ternyata dia sopir baik hati itu) oh jadi bapak sopir baik hati itu yah? duh pak saya jadi malu, dari kemarin saya nyari bapak mau ganti ongkos waktu itu.
Sopir : gak usah, saya sudah ditolong kamu, saya cuma mau ucapin makasih aja. Yang waktu itu udah lupain aja ongkosnya, maafin juga kenek saya yang kasar.
Singkat cerita selama sopir itu di rumah sakit, saya jadi sering nengok karena saya yang menolongnya dan saya juga tidak enak karena dia yang dulu menolong saya. Sampai dia sembuh dan pulang ke rumah, saya juga kadang ke rumahnya untuk sekedar nengok keadaannya, akhirnya kami cukup dekat seperti teman.
3 bulan sejak kejadian itu, aku malah disuruh ke rumahnya, dan tanpa ku duga sama sekali, ternyata dia menanyakan tentang sesuatu yang cukup membuatku deg-degan,
Sopir : kamu gimana kabarnya gak pernah ke sini lagi?
Aku : baik pak. bapaknya sudah sembuh kok, saya gak enak bolak-balik terus nanti ganggu keluarga hehehee. lagian saya juga sibuk kerja, namanya juga kuli pak.
Sopir : wah mentang-mentang sibuk jadi lupa sama saya, kita ini udah dekat kaya teman gak usah sungkan kalau mau mampir, buat nyambung silaturahmi lah.
Aku : iya pak, kalau sempat pasti saya mampir deh.
Sopir : emmm gini, saya sebenarnya suka sama kamu yang jujur, polos, pekerja keras. Saya punya niat pengin nikahin anak gadis saya sama kamu, apa kamu mau?
Aku : (deggg! asli deg-degan banget) wah becanda aja pak, saya cuma kuli dan penghasilan saya tak seberapa kok. Lagian saya dan anak bapak gak kenal, masa iya dia mau sama saya yang kuli dan jelek ini.
Sopir : Ndok! ndok! sini sama ibumu sekalian.
Istrinya : apa si pak?
Anak gadisnya : iya ada apa toh pak?
Sopir : ndok, kamu mau saya nikahkan dengan dia gak? saya suka sama pribadinya yang baik.
Anak gadisnya : ih bapak (menunduk mukanya merah)
Istrinya : aku si yes pak hahahahaa
Aku : nah loh, kok aku yang jadi bingung pak.
Sopir : saya sudah membicarakan ini sebelumnya sama keluarga, saya suka sama kamu yang baik dan jujur, saya yakin sama kamu jadi saya pengin kamu nikah sama anak gadis saya. Dia cantik kok, mau gak?
Aku : emm anu pak
Sopir : mau apa enggak?! jawab yang jelas jangan manca-mencle.
Aku : mau banget pak, eh maaf keceplosan (malu banget)
Si sopir dan istrinya tertawa terbahak-bahak melihat tingkahku yang konyol dan anaknya yang malu-malu, tapi ini adalah suatu hal yang tak terduga sama sekali. Aku langsung pulang dan memberitahukan ini pada ibuku, dia senang mendengarnya dan beberapa hari kemudian saya melamar anak gadis sang sopir pahlawanku itu.
Pernikahan sederhana ala kaum sudra dilangsungkan dengan khidmat, aku merasa sangat bahagia mendapatkan istri yang cantik dan baik, ditambah dengan mertua yang memang seorang pahlawan yang bijaksana.
0 comments:
Post a Comment