Ketika Suami Tidak Memberikan Nafkah Batin Padaku Setelah Menikah

Namaku Mawar, seorang gadis muda yang berasal dari desa dan belum begitu paham dengan kehidupan kota yang penuh hingar bingar. Dulu aku pernah masuk SMA swasta, namun hanya sampai kelas 2 dan tidak pernah menamatkan pendidikanku itu, hal ini karena aku harus menikah atas keinginan orang tuaku. Pernikahanku sendiri bisa dibilang atas dasar faktor ekonomi semata, mungkin bagi sebagian orang aku adalah korban kekejaman orang tua karena faktor ekonomi (sebagian teman mengatakan bahwa aku "dijual" orang tuaku sendiri untuk mendapatkan harta, menyedihkan).

Sebenarnya kala itu aku sedang menjalin hubungan asmara dengan seorang pria, sebut saja namanya Agus, dia adalah kakak kelasku yang merupakan cinta pertamaku. Namun sayang, ketika ayahku menyuruh Agus untuk segera melamarku, dia mundur karena memang belum mampu dan kisah cinta kami kandas di tengah jalan.

Singkat cerita, ada seorang lelaki yang datang melamarku, namanya Bambang, pemilik toko kelontong dari desa sebelah. Secara umum, Bambang adalah pemuda yang sukses, dia punya banyak usaha yang maju dan dia dikenal sebagai pemuda yang sukses di desanya, dari fisik dia agak gemuk dan berkulit hitam, mungkin inilah kekurangan Bambang ketimbang pemuda lainnya, dia kurang merawat tubuhnya. Selain itu, Bambang bisa dikatakan sangat kuper, dia hanya fokus untuk bekerja dan membangun bisnisnya sampai-sampai dia tidak pernah bergaul dengan teman sebayanya, sudah jaman maju saja dia masih memakai handphone jadul berlayar kuning.

Orang tuaku langsung menerima lamaran Bambang karena mereka menganggap bahwa Bambang sudah mampu dan siap, aku sebagai seorang anak perempuan harus menurut kepada keinginan orang tua, walau awalnya aku menolak namun aku tidak dapat memaksakan kehendakku sama sekali. Aku juga harus menyadari kesulitan orang tuaku saat itu, mereka punya hutang yang banyak kepada ayah Bambang, dan dengan menikahkan aku dengan Bambang, mereka berharap hutang itu beres dan lunas.

Dengan terpaksa, aku harus menikah dengan Bambang, seorang pemuda yang tidak aku cintai sama sekali. Bahkan ketika sudah lamaran, aku tak sekalipun mau diajak jalan sama Bambang, dan saat pernikahan kami, aku tidak menampakkan wajah bahagia sama sekali, dan Bambang mengetahui hal itu namun dia diam saja, ah mungkin dia merasa bersalah kepadaku.

Pesta pernikahan sudah selesai dan malam datang, aku masuk ke kamar pengantin dan melepaskan baju pengantin yang sedari siang aku pakai. Aku tak peduli dengan suamiku, aku naik ke ranjang dan tidur dengan perasaan dongkol dan marah, aku menyalahkan keadaan ini dan aku benar-benar kecewa dengan semua orang. Bahkan sempat terlintas di pikiranku jika saja Agus datang menculikku, lalu kami pergi meninggalkan tempat ini dan hidup bahagia berdua, tapi ah dia ternyata pengecut dan undangan pernikahanku saja dia tidak menghadirinya.

Malam itu Bambang datang ke kamar, aku sudah deg-degan jangan-jangan dia hendak mengajakku melakukan malam pertama, aku berfikir keras untuk menolaknya dan aku sudah siap dengan berbagai alasan. Namun ternyata aku salah, Bambang tidak menyentuhku sama sekali, dia bahkan tidak tidur seranjang denganku dan memilih tidur di sofa yang ada di kamar kami. Ah aku merasa tenang malam itu dan aku lanjut tidur dengan was-was, kadang aku bangun dengan ketakutan kalau suamiku akan mendekapku dengan tiba-tiba, namun tidak terjadi.

Malam kedua masih seperti itu, Bambang, suamiku tak pernah membahas masalah hubungan suami istri denganku, bahkan dia tak pernah menciumku sama sekali. Kontak fisik yang terjadi antara kami hanya ketika dia berangkat dagang, aku menyalaminya dan mencium tangannya tapi dengan memalingkan wajahku.

Sebenarnya Bambang adalah suami yang sangat baik, dia membelikanku berbagai macam hal yang tidak aku minta sama sekali. Kebutuhanku terpenuhi, aku bahkan sering dibelikan berbagai hadiah, makanan enak, dan dia sering mengajakku jalan-jalan. Dengan usaha yang sukses, dia bisa memberikan banyak kebahagiaan secara materi kepadaku, namun aku tidak terpuaskan karena hal itu, entahlah rasanya aku belum bisa mencintai suamiku sendiri karena masih ada bayang-bayang masa lalu dengan Agus.

Hingga 6 bulan berlalu, Bambang belum sekalipun menciumku apalagi menggauliku, tentu saja hal itu cukup mengganggu. Bahkan aku sempat punya pikiran negatif, ku pikir suamiku punya kelainan seksual, atau dia tidak mencintaiku sama sekali, ah entahlah hal ini sungguh mengganggu kehidupanku akhir-akhir ini. Hingga akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya kepada suamiku itu,

Aku : Mas
Suami : Iya sayang, kenapa?
Aku : Boleh nanya?
Suami : Silakan sayang
Aku : Mas gak cinta sama aku yah?
Suami : Cinta banget kok, kenapa emangnya?
Aku : Enggak, atau mas punya "penyakit"?
Suami : Maksudnya?
Aku : Sudah 6 bulan nikah, tapi kok mas Bambang gak pernah cium aku? Mungkin mas Bambang bisa ngasih nafkah lahir dengan banyak, tapi mas gak pernah ngasih nafkah batin padaku, kenapa? Apa aku jelek atau mas gak nafsu sama aku?
Suami : Hmm, akhirnya kamu tanya juga masalah itu.
Aku : Loh, mas nunggu aku nanya kayak gitu?
Suami : Gini loh sayang, kita nikah kan karena dijodohkan orang tua, dan mas tau kamu gak pernah cinta sama mas sebelumnya bukan? Bayangkan kalau mas menggaulimu tanpa kamu kehendaki, apa itu adil? Mas pikir itu malah seperti pemerk*saan, dan kamu seperti seorang pelac*r yang disewa sama mas. Mas gak mau kamu melayani mas dengan terpaksa, meski mas sudah sah dan berhak atas kamu.
Aku : (nangis) maafin aku ya mas, aku emang belum bisa menerima mas sebagai suamiku. Tapi dengan kebaikan dan tanggung jawab mas selama ini, sekarang aku sudah sadar dan saat ini aku akan berbakti pada mas, aku cinta sama mas kok!
Suami : Nah kalau gitu kan enak, nyok mulai perang aja! Sudah 6 bulan istri kok dianggurin aja
Aku : Ih, mas kok genit gitu si?
Suami : Ah bodo amat, kamu udah nerima mas inih

Yah sejak saat itu, akhirnya kami benar-benar menjalani kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya dan aku sudah menerima suamiku sepenuhnya. Entahlah, aku benar-benar takjub dengan kesabaran suamiku itu, dan saat aku mengingat kata orang yang mengatakan kalau aku dijual orang tua demi uang kepada suamiku, mereka tidak tahu dengan apa yang aku rasakan saat ini, kebahagiaan adalah yang aku rasakan saat ini.

Mungkin pada awalnya aku sangat marah kepada orang-orang yang membuat aku harus terpaksa menikah dengan suamiku, namun saat ini rasanya aku harus berterima kasih karena mereka memberikan suami yang begitu baik kepadaku, ini adalah rahasia kehidupan yang tidak akan aku pahami kalau tidak ku jalani terlebih dahulu.

Updated at: 9:29 PM

0 comments:

Post a Comment