Secangkir Kopi Hitam, Hujan & Kenangan Masa Lalu

Malam itu hujan turun dengan derasnya, tak lupa petir menyambar dan angin berhembus cukup kencang menghiasi malam sepi di dalam rumah. Anggota keluarga lainnya sudah tidur pulas, dan aku, mataku masih terbuka lebar, otakku masih melayang mencoba membongkar kenangan masa lalu yang pernah ku lalui dalam hidup yang singkat ini.

Aku pergi ke dapur, ku masukkan dua sendok kopi hitam dan satu sendok gula, ini adalah perpaduan kopi yang menurutku paling mantap. Lalu ku tuang air panas dan ku aduk dengan pelan agar tidak menimbulkan suara karena ibuku sangat sensitif dengan suara di malam hari.

Aku membawa kopi hangat itu ke garasi, duduk sendiri sembari menggenggam cangkir kopi yang sangat hangat, dan tiba-tiba otakku kembali mengingat masa lalu bersamanya. Seorang wanita spesial yang pernah mengisi hidupku dengan canda tawa, seorang yang membuatku memiliki arti, dan seorang yang akhirnya menjatuhkanku dengan kejamnya.

Teringat kembali kala itu kami berada di sebuah ruangan, hujan turun dengan deras, angin berhembus kencang membuat aku harus menutup pintu, dan tiba-tiba saja lampu mati. Aku masih ingat kala itu dia sangat ketakutan dan memelukku dengan sangat erat, dia menangis tersedu dan air matanya membasahi baju yang ku pakai, entahlah aku sangat bingung kala itu dan aku hanya bisa mengelus punggungnya dan menenangkannya.

Setelah dia merasa tenang, kemudian dia melepaskan pelukkannya, namun dia masih memegang tanganku sembari berkata bahwa dia sangat ketakutan dengan keadaan gelap karena dia merasa tidak aman. Namun aku segera saja menghiburnya dan aku berkata bahwa aku ada di sampingnya untuk menjaganya, dan dia juga memintaku berjanji untuk tidak meninggalkannya, yah aku mengiyakan janji itu.

Hujan masih turun dengan derasnya, lampu masih padam, angin masih berhembus kencang menerbangkan atap yang terbuat dari seng ringan, ruangan itu bocor dan kami harus pindah tempat ke pojok ruangan yang tidak terkena air. Namun tiba-tiba petir menyambar dengan kerasnya, duarrr, dia berteriak ketakutan, menangis dan memelukku lagi, kali ini dia sangat histeris dan membuatku agak panik karena aku takut ada orang diluar dan mengira aku sedang berbuat yang tidak-tidak.

Aku segera menenangkannya, aku menceritakan beberapa kisah lucu yang garing, aku menceritakan masa depan kelak jika kami sudah menikah, dan aku juga mencandainya agar bisa tenang. Syukurlah hanya selang beberapa saat saja dia bisa tenang dan melepaskan pelukannya yang mencekikku, kini dia sudah tak menangis dan mau diajak bicara.

Akhirnya hujan reda, lampu kembali menyala, dan kami keluar dari ruangan itu, hmm tidak terjadi apa-apa di dalam ruangan dan kami juga tidak berbuat apa-apa, kami hanya berteduh saja karena hujan yang begitu derasnya. Entahlah, mungkin saat itu aku benar-benar merasakan cinta yang tulus tanpa disisipi nafsu, mungkin kalau saat ini dalam keadaan seperti itu, ceritanya sudah berbeda.

Sebuah pengalaman yang indah sebelum akhirnya badai benar-benar datang ketika dia meninggalkanku demi orang lain, mana janji manismu? Apa kau tak ingat dengan yang kau katakan kala kita berdua, di bawah rintik hujan, angin yang berhembus, kegelapan, dan petir yang menyambar dengan kerasnya? Kini hanya kenangan yang tak mau hilang dari benakku, kenangan indah dengan dirimu, dan sakit hati yang kau tinggalkan seakan semakin menyiksaku.

Tak terasa air mataku menetes malam itu, oh sial kopinya sudah dingin, padahal aku belum meminumnya sama sekali. Aku letakkan saja kopi itu dan segera beranjak ke kamarku untuk mencoba tidur karena malam semakin dingin, namun bayangnya menghantuiku setiap malam kala aku beranjak tidur. Kau adalah yang terindah dan yang terburuk untuk dikenang, semoga kau mendengar rintih tangisku, betapa aku sangat merindukanmu meski aku tahu kita tak mungkin bersatu setelah kau lebih memilih orang lain.

Updated at: 8:56 PM

0 comments:

Post a Comment