Keadaan buruk apa yang pernah kalian alami dalam hidup ini? Apakah kalian pernah dianggap "sampah masyarakat" dan merasakan keadaan paling buruk? Apakah kalian pernah merasa bahwa nasib kalian akan seperti ini terus menerus dan tak punya masa depan? Simak kisah teman saya berikut ini.
Berawal ketika aku lulus SMP, kehidupan keluargaku dalam kondisi yang cukup memprihatinkan karena masalah ekonomi. Aku sering menjadi sasaran kemarahan orang tua ketika mereka sedang ada masalah, dan hal ini yang membuatku berontak hingga akhirnya aku lebih senang tinggal di jalanan daripada harus hidup di dalam rumah yang penuh dengan tekanan.
Selama aku hidup di jalanan, banyak teman-teman yang nasibnya sama denganku, mereka juga mengalami nasib kurang beruntung sepertiku. Namun dengan kesamaan nasib itu, kami merasakan kebebasan dan kenyamanan, mungkin inilah yang dimaksud dengan saudara tak sedarah yang sesungguhnya.
Aku tak sempat meneruskan sekolahku ke jenjang SMA karena keadaan ekonomi orang tuaku yang sedang sulit, aku masih tetap di jalanan dan mencari makan bersama teman-temanku yang merupakan komunitas punk jalanan. Biarlah orang memandang kami sebelah mata, toh kami tidak mencuri dan merugikan mereka, kami masih bisa mengamen untuk dapat menyambung hidup tanpa harus mengemis.
Lama aku hidup di jalanan, tak terasa aku sudah tak pernah pulang ke rumah, saat ini aku bahkan ada di kota seberang dan tak tahu arah pulang. Ada niatan untuk ikut teman-temanku menuju ke pulau Sumatra, itung-itung mau cari pengalaman dan teman baru di sana.
Tapi ternyata Tuhan berkata lain, 3 hari sebelum kami berangkat ke Sumatra, aku jatuh sakit dan demam tinggi. Kalau kamu pernah mengalami hal yang buruk dan kamu mengeluh, sepertinya kamu harus merasakan penderitaanku kala itu. Tubuhku terasa dingin, kelaparan, kepalaku pusing, mataku berkunang-kunang, dan aku berada di pinggir jalan, tidur beralaskan kardus berselimut debu jalanan. Teman-temanku memberikan obat ala kadarnya dari hasil ngamen mereka, aku sadar tidak bisa mendapat pelayanan kesehatan karena aku adalah "sampah" saat itu.
Aku menangis sedih teringat orang tuaku, aku merasakan sakit di sekujur tubuhku, dan aku tak bisa berdiri bahkan untuk duduk pun aku harus ditopang temanku. Kemudian datang seorang kyai yang kebetulan lewat situ, dia mendatangiku dan memberitahuku bahwa ibuku sedang merindukanku dan aku disuruhnya pulang ke rumah, aku juga disuruh minta maaf pada orang tuaku dan bertaubat segera mungkin. Entahlah siapa kyai itu, tapi kata teman-temanku dia orang yang baik karena aku diberi uang untuk pulang dan ditinggali makanan enak olehnya.
Aku diantar temanku pulang sampai ke rumah, dan sesampainya di rumah aku langsung bersujud pada ibuku, aku menangis dan memohon ampun kepadanya. Tak lupa aku juga meminta maaf kepada ayahku, aku tahu dia adalah orang yang keras hati, namun kali ini diapun menangis melihat aku pulang dalam keadaan gembel.
Setelah aku kembali ke rumah, aku kemudian di sekolahkan lagi oleh orang tuaku dengan segala usaha mereka, aku tahu mereka sering berhutang hanya untuk membiayai sekolahku, namun suatu saat pasti aku akan membalas budi baik mereka.
Perjuanganku terus berlanjut hingga kini aku bisa lulus kuliah dan menjadi sarjana, kini aku bekerja di salah satu perusahaan ternama dengan gaji yang lumayan tinggi, aku senang karena bisa memberikan kebahagiaan kepada orang tuaku. Aku bisa membangun rumah, membelikan mobil, memberikan uang bulanan, dan memberangkatkan mereka haji ke tanah suci.
Takdir terkadang sulit ditebak, di kala aku merasa hidupku akan sengsara selamanya, Tuhan masih mau menolongku dan menaruhku di jalan yang benar. Aku dulu yang anak punk jalanan, hidup seadanya di jalan dan dianggap sampah, kini aku menjadi salah satu orang sukses dan bisa membahagiakan orang di sekitarku.
0 comments:
Post a Comment