Kisah Masa Kecilku yang Memalukan ketika Jajan di Warung

Siang itu aku meminta uang kepada ibuku untuk jajan, yah di umur 5 tahun saat itu, jajan adalah kegiatan paling menyenangkan melebihi segalanya. Ibuku memeberikan uang Rp 100, 00 kepadaku, kecil yah nominalnya, eits tapi saat itu nominal 100 perak bisa membeli banyak jajanan dengan harga yang hanya berkisar Rp 25, 00 saja. Coba tebak saja tahun berapa kejadian itu!

Setelah menerima uang jajan dari ibuku, aku tidak langsung pergi ke warung, eh malah main di samping rumah dulu dan meletakkan uang jajan di atas meja karena aku takut uang jajan itu jatuh. Nah waktu lagi main di samping rumah, temanku mengajakku untuk jajan ke warung yang jaraknya cukup jauh dari rumahku, dengan semangat 45 aku langsung ikut dan di perjalanan aku memikirkan dan menghitung jajan apa saja yang akan aku beli nantinya.

Sesampainya di warung, aku membeli beberapa jajanan, ada pecel sayur, lalu jajanan lain yang berjumlah 3 pcs, dan setelah selesai membungkus jajanan itu aku berniat untuk membayar jajanan yang sudah aku pilih itu. Sial, aku lupa kalau uang jajanku masih di atas meja, aku lupa kalau uang jajan itu aku simpan karena takut jatuh, dan saat itu adalah salah satu moment akward yang sangat menyiksa batinku, aku seakan sedang menjalani sidang skripsi di depan para dosen  killer dan aku tak bisa menjawab pertanyaan dari mereka.

Penjual dengan mata yang melotot lalu menanyakan kepadaku "mana uang untuk bayar jajannya?!", jujur saat itu aku sangat ketakutan karena sang penjual ini terkenal sangat galak. Tubuhku gemetar, aku tertunduk, plastik berisi jajanan yang tadi aku pesan tiba-tiba jatuh, aku lemas dan tak berdaya, dan akhirnya senjata ampuh anak-anak akhirnya aku keluarkan. Senjata yang lebih kuat daripada KMHM milik sun ghoku, ataupun rasengan milik narutho, bahkan ilmu hakii milik monkey d luffy masih kalah dengan senjata anak-anak ini, yups daripada malu dan dimarahi pemilik warung, aku memilih untuk menangis sejadi-jadinya, aku guling-guling di tanah dan memancing perhatian para warga di sekitar TKP. Mereka kemudian berkumpul menonton atraksi yang lebih liar dari kuda lumping saat aku menangis, dan beberapa segera menanyakan sebab musabab aku menangis seperti itu.

Setelah mendapat penjelasan dari tersangka penyebab tangisku yang tak lain adalah penjual warung, akhirnya salah satu warga yang masih kerabatku segera menolongku dari keterpurukan saat itu, aku diangkat dari tanah berdebu dan dibersihkan dari tanah yang menempel di baju, lalu dia memberikan plastik berisi jajananku dan menyuruhku untuk segera pulang, yups dia adalah pahlawanku hari itu karena dia yang membayar semua jajanan yang aku pesan tapi tak mampu aku beli karena uang jajanku tertinggal.

Di sepanjang perjalanan aku masih menangis karena malu dan takut sehabis dimarahi oleh penjual warung, tapi aku senang karena aku mendapatkan jajanan gratis. Sesampainya di rumah ibuku malah menginterogasiku karena aku bisa mendapatkan jajanan namun uang jajanku tidak dibawa dan tertinggal di atas meja, setelah aku menjelaskan duduk perkaranya, barulah ibuku tertawa terbahak-bahak seakan meng-amini kejadian buruk yang menimpaku saat itu.

Setelah kejadian itu aku tak berani lagi jajan di warung itu, aku takut dengan muka galak sang penjual, dan setelah sekian lama berlalu akhirnya aku mendapat kabar bahwa warung itu gulung tikar karena bangkrut (banyak yang hutang). Aku kasihan sama sang penjual, namun aku juga tidak suka dengan kegalakannya itu, sebuah muka yang menjadi momok menakutkan bagiku hingga aku dewasa.

Updated at: 9:36 PM

0 comments:

Post a Comment