Suatu ketika di salah satu desa, hiduplah seorang pria yang sebelumnya pernah belajar di universitas ternama di luar kota, kini dia tinggal di desa dan memilih meneruskan usaha orang tuanya. Hidupnya sangat makmur dan berlimpah harta, dan tentu saja dia disanjung oleh seluruh warga desa karena dia dianggap seorang yang paling pandai dan berwawasan luas, apalagi ditambah dengan kekayaannya yang membuat dia dihormati oleh tetangganya.
Dengan keadaannya itu, pria ini menjadi sombong dan menganggap dirinya paling menonjol di desanya itu. Ketika berjalan dia ingin dihormati saat berpapasan dengan orang lain, ketika ada kepentingan dengan pejabat desa, maka pejabat desa yang harus mendatanginya, begitu pula dengan orang lain yang punya urusan dengannya. Dia tidak ingin mendengarkan perkataan orang lain walaupun itu benar, karena dia menganggap dirinya adalah yang paling benar karena dia lebih pintar dan lebih berwawasan.
Suatu ketika dalam sebuah acara di desanya dia datang mengenakan pakaian paling rapi dan paling menonjol, hampir semua warga yang melihatnya menjadi kagum, namun ada satu orang yang mengacuhkannya. Seorang kakek tua yang tinggal jauh dari keramaian, dia adalah kakek yang dihormati di desanya karena dianggap sebagai seorang yang bijaksana. Pria sombong itu terlihat tidak menyukai kakek ini, dia menganggap bahwa kakek ini telah kurang ajar karena mengacuhkannya. Dalam acara tersebut pula, akhirnya mereka bertemu dan bertatap muka di sana. Sang pria sombong kemudian mencoba mempermalukan kakek tua itu dengan kepandaiannya, namun sang kakek tersenyum dan dia segera meninggalkan acara tersebut dengan mengucapkan kalimat kepada pria itu "nak, kalau kau mau belajar kepadaku, silakan datang ke rumahku", mendengar perkataan kakek tua itu, sang pria naik pitam dan merasa malu karena warga desa melihat dan mendengarnya.
Besoknya dia datang ke rumah kakek tua itu, dia memiliki niat buruk untuk mempermalukannya dengan pengetahuan yang dimilikinya itu, tidak seperti undangan kakek kemarin yang mengajak untuk belajar darinya. sesampainya di rumah sang kakek, dia masuk ke dalam dengan tetap menggunakan sepatu bagusnya, dia menginjak lantai sederhana rumah snag kakek yang bersih, melihat hal itu sang kakek tersenyum. Kemudian sang kakek mempersilakan pria ini untuk duduk, dan dia ke dapur mengambil minuman untuk disajikan kepada tamunya ini.
Dengan pelan sang kakek membawa sebuah kendil tua berisi air dan tiga buah gelas, dia kemudian menyiapkan gelas untuk diisi air untuk tamunya itu. Sang kakek menuangkan air dari kendil ke dalam gelas, namun ternyata gelas itu adalah gelas rusak yang sudah bolong bagian bawahnya, dan air yang dituangkan tumpah dan membasahi sang pria sombong, namun sang kakek terus menuangkannya hingga akhirnya sang pria membentak kakek itu "kakek, berhenti menuangkan air itu, apa kau tidak melihat bahwa gelasnya bocor? percuma kau menuangkannya, itu tidak akan pernah berguna", mendengar bentakan sang pria sombong, akhirnya kakek berhenti menuangkan airnya ke dalam gelas yang pecah itu.
Kemudian sang kakek menuangkan air lagi ke dalam gelas yang kosong, awalnya sang kakek menuangkannya dengan benar, namun setelah gelasnya penuh, sang kakek terus saja menuangkannya dan akhirnya airnya tumpah lagi ke pakaian sang pria sombong itu, kedua kalinya dia membentak snag kakek lagi, "heh kakek, kau tidak sopan kepadaku, kau tahu bahwa gelas itu sudah penuh dengan air tapi kenapa kau terus menuangkannya juga? Apa kau sengaja ingin membasahi pakaianku?", mendengar kemarahan pria itu akhirnya snag kakek berhenti menuangkan airnya.
Kemudian gelas yang ketiga, kakek menuangkan seperlunya saja dan sang pria melihatnya dengan datar tanpa tahu maksudnya, dalam pikirannya sang pria berfikir bahwa kakek ini begitu bodohnya karena perbuatannya tadi. Hingga akhirnya sang kakek mengeluarkan perkataan bijaknya juga,
"sudahkah kau melihat seperti apa dirimu nak? Apakah kau seperti gelas yang bocor tadi? Jika kau seperti gelas bocor itu, maka berapapun ilmu yang diajarkan maka itu tidak aka berguna karena akan terbuang percuma. Atau mungkin kau seperti gelas penuh tadi? Jika kau datang ke sini dengan kesombongan bahwa ilmu yang kau miliki sudah memenuhi dirimu, maka percuma saja jika kau diberikan ilmu, karena sudah tidak ada ruang kosong dalam dirimu. Maka aku berharap semoga kau menjadi seorang yang seperti gelas yang ketiga, kau datang dengan keingin tahuanmu, kau datang dengan kekosongan ilmu, dan berharap diisi dengan ilmu yang bermanfaat."
Mendengar kata-kata bijak sang kakek, pria sombong ini kemudian menundukkan kepalanya dan berpamitan kepada kakek itu, di sepanjang jalan pulangnya dia merasa malu dengan kelakuannya, dia sadar akan kesombongannya yang tidak berarti apapun. Setelah kejadian itu, akhirnya sang pria sombong ini memperbaiki dirinya dan berubah menjadi orang yang lebih bijak lagi, kemudian dia mengangkat kakek tadi sebagai gurunya dan dia belajar lagi dan lagi menjadi orang yang lebih baik.
0 comments:
Post a Comment