Setiap orang Islam yang beruntung pastinya memiliki pengalaman menahan lapar dan dahaga di bulan Ramadhan, dan masing-masing memiliki cerita yang berbeda. Kali ini saya akan menuliskan pengalaman saya ketika menjalani puasa di bulan Ramdhan, entah tahun berapa saya lupa yang pasti kala itu saya masih duduk di bangku SMP, dan saya masih ingat betul bagaimana beratnya hidup di bulan puasa, pengalaman paling berat dan pembelajaran yang berarti untuk saya menghargai ayah saya.
Pagi itu ayah saya membangunkan saya ketika sehabis sholat subuh saya memilih tidur, sekolah sedang libur dan saya tidak memiliki kegiatan hari itu. Ayah mengajak saya untuk menebang kayu di desa sebelah, hmm karena tidak punya kegiatan akhirnya saya mengikutinya, saya pikir paling hanya satu dua jam saja pekerjaan ini akan selesai, namun perkiraan saya salah besar.
Bersama satu orang tetangga yang membantu, kami berangkat ke kebun bersenjatakan beberapa parang dan gergaji untuk menebang kayu, sesampainya di sana saya diberitahu bahwa ada sekitar 10 pohon yang harus ditebang dan dipotong dengan ukuran yang tepat, waduh saya mulai ragu dengan kemampuan saya menahan lapar dan haus kali ini. Namun sudah kepalang tanggung, saya sudah di kebun dan tidak bisa pulang, mau tidak mau saya harus menyelesaikan tugas ini. Yang membuat saya cukup jengkel saat itu, ayah saya malah pergi entah kemana membawa motor kami, saya ditinggal dengan tetangga untuk menyelesaikan tugas ini. Dan cobaan ini dimulai dengan tenaga yang terkuras karena menebang kayu besar, memotongnya, membawanya dengan memikul melewati jalanan tanah yang naik turun, beberapa kali saya terjatuh dan tertimpa kayu yang saya bawa, bahkan saking lelahnya mata saya sampai kabur, pandangan gelap dan hampir pingsan. Jangan tanyakan tenggorokan saya, sudah kering dan rasanya ada lem yang menempel, haus sudah di ambang batas dan iman saya mulai goyah.
Cobaan belum selesai disitu saja, sampai sore hari cuaca terus panas dan keringat mengucur deras, ditambah dengan orang-orang disekitar yang tidak puasa, mereka datang dan membawa makanan ke kebun, memakannya tanpa kasihan dengan saya yang sedang kehausan dan kelaparan. Ada seseorang yang menawari saya untuk membatalkan puasa saja, namun sebagai lelaki saya menolak mentah-mentah, bukan apa-apa walaupun saya memang sudah diambang batas, namun saya merasa bahwa ini adalah cobaan orang puasa dan kalau saya bisa melewatinya maka saya akan naik kelas.
Cobaan itu akhirnya berakhir di sore hari ketika ayah saya datang ke kebun, saya sudah menyerah dan memilih untuk berteduh dan tidur sejenak untuk mengembalikan stamina yang hilang. Hanya beberapa menit dan saya dibangunkan lagi, saya masih punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan kala itu, sampai akhirnya selesai dan mobil pick up datang membawa kayu yang sudah di pinggir jalan, sang sopir datang dengan rokok di bibirnya, ah saya sangat jengkel. Kami berangkat dengan mobil, membawa kayu ke tempat orang yang memesannya, dan setelah bongkar akhirnya kami pulang ke rumah, dan di jalan ternyata sudah terdengar adzan maghrib, saya sempat membeli es 2 bungkus, dan langsung saya habiskan karena saya sudah menahan hasu yang teramat berat rasanya.
Sesampainya di rumah, saya langsung mandi, makan, dan sholat maghrib, lepas itu saya memilih untuk tidur dan tidak berangkat sholat taraweh, tubuh rasanya benar-benar down dan untungnya tidak pingsan. Begitulah perjuangan puasa bagi saya dan keluarga, kami tidak peduli sedang puasa atau tidak, karena pekerjaan kami cukup berat. Saya pribadi kadang merasa miris melihat orang yang punya pekerjaan tidak terlalu menguras tenaga namun memilih untuk tidak berpuasa, kalian luar biasa lemahnya!
Saya mengingat bagaimana ayah saya harus bekerja keras demi mendapatkan uang dari jerih payahnya, pekerjaan ayah sangat berat dan berbahaya, namun beliau tetap menjalaninya hanya untuk mendapatkan uang agar kami sekeluarga tidak kelaparan, oh ayah aku mintakan kepada Allah SWT agar menyediakan tempat di surga untukmu!
0 comments:
Post a Comment