Bagi kebanyakan istri, dimadu adalah hal yang sangat menyakitkan, sebuah momok yang akan merubah kehidupan rumah tangganya yang semula tentram dan damai dan harus menghadapi kehidupan yang berbeda. Sebagian istri akan memilih untuk diceraikan suaminya, sebagian lagi akan menerima dengan ikhlas walau sakit hati, namun ada sebagian yang terpaksa menerima keadaan yang menyakitkan itu. Dan aku adalah salah satu wanita yang berada di dalam keadaan terpaksa.
Sebelumnya aku memiliki kehidupan rumah tangga yang sangat harmonis, suamiku adalah orang yang bekerja keras dan bertanggung jawab demi memenuhi kebutuhan rumah tangga kami, dari pernikahan kami aku sudah mendapatkan 2 orang anak yang kini masih kecil dan belum tahu bagaimana kerasnya hidup. Namun keadaan harmonis keluargaku tidak bertahan lama, itu setelah datang satu sosok wanita baru dalam kehidupan suamiku.
Teman kerja yang cantik, muda, dan berpenampilan sangat modis, lelaki mana yang mampu menolak godaan dari wanita seperti itu, begitu pula dengan suamiku. Dia akhirnya jatuh hati dengan rekan kerjanya dan tak berselang lama akhirnya meminta izin kepadaku untuk menikah lagi, aku terdiam dan menangisi keadaan ini, aku merasa hancur mendengar permintaan suamiku itu.
Aku menemani suamiku dalam berjuang mencari nafkah, aku tak pernah meminta hal yang berlebihan kepadanya, aku selalu melayani suamiku, menjaga rumahnya, mendidik anak-anaknya, dan kini setelah sukses dia akan menduakanku dengan wanita lainnya, wanita mana yang akan menerima keadaan seperti itu?. Aku menolak dan memaksa suamiku untuk menceraikanku jika dia mau kawin lagi, namun tiba-tiba anak bungsuku keluar dari kamarnya dan menangis karena melihatku beradu mulut dengan suamiku, hatiku hancur dan aku bingung menghadapi keadaan ini.
Bagaimanapun aku menolak rencana suamiku itu, dia tetap melanjutkan untuk menikah lagi, aku yang tadinya meminta untuk diceraikan akhirnya mengalah dan menerima keadaan itu, semua itu karena demi anak-anakku yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayang ayahnya, lagipula aku juga membutuhkan biaya dari suamiku untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anakku. Aku hanya meminta syarat agar suamiku bisa adil dalam membagi kewajibannya kepada kedua istri dan keluarganya, dan dia berjanji akan menyanggupinya.
Aku hanya bisa menangis ketika menyaksikan akad nikah suamiku dengan istri mudanya, aku seakan ingin lari dan berteriak mengutuk keadaan ini, namun melihat wajah polos anak-anakku, aku hanya bisa memaksakan bibirku untuk tersenyum. Aku hanya bisa menangis membayangkan suamiku sedang berbulan madu dengan istri barunya, aku hanya bisa memeluk bantal dan meratapi keadaan ini, sungguh berat apa yang aku rasakan saat ini.
0 comments:
Post a Comment