Kisah Seorang Pecundang yang Menyesal dengan Perasaannya

Namaku adalah Bimo, seorang mahasiswa jurusan informatika di salah satu kota kecil di Indonesia, aku adalah seorang pemuda yang tak terlalu tampan dan tentu saja bukan dari kalangan orang kaya. Aku hanya memiliki sedikit kelebihan dalam bidang perkuliahan yang aku jalani ini, yah nilaiku lumayan tinggi dan aku dianggap lebih pandai dari teman-teman sekelasku.

Hal ini membawaku dekat dengan salah satu teman kampusku, sebutlah namanya Sheila, dia adalah mahasiswi cantik yang menjadi salah satu incaran teman-temanku. Namun entah kenapa, dia lebih sering dekat denganku, mungkin karena aku sering membantunya dalam mengerjakan tugas-tugas kuliahnya.

Hmm, dia memang cantik, kulitnya putih dan sangat pandai dalam berhubungan dengan orang lain, aku terkadang malu ketika berbincang berdua bersamanya. Kami sering jalan berdua ke salah satu cafe hanya untuk mengerjakan tugas-tugas dari kampus, dan hal itu membuatku semakin dekat dengannya, namun hal ini juga membuatku memiliki masalah karena beberapa orang tak menyukai kedekatanku dengan sheila.

Suatu ketika aku berangkat ke kampus, dan ada satu orang mahasiswa dari kelas sebelah yang menyeretku ke dalam toilet, saat itu aku didorong ke diniding dan kerah bajuku ditarik olehnya, aku cukup ketakutan saat itu karena aku melihat sosoknya yang tinggi besar dan di belakangnya ada teman-temannya. Dia mengancamku agar tidak dekat-dekat dengan sheila lagi. Sejak saat itu aku mulai jaga jarak dengan sheila, dan seperti tahu apa yang aku alami, dia mulai curiga denganku dan bertanya-tanya kenapa aku menjauhinya, namun aku memilih untuk diam dan tak menjelaskan alasannya, jujur aku takut jika aku terlibat masalah lagi dengan mahasiswa lain.

Sebulan berlalu aku mulai menjauh dari sheila, saat itu aku mulai merasakan ada yang hilang dari diriku, yah senyuman dan sapaan dari sheila tak lagi aku dapatkan sejak aku menjauhinya. Hingga suatu ketika sheila menahanku ketika aku akan pulang, dia mengajakku ke cafe dan menginterogasiku dengan pertanyaan yang membuatku menjauhinya, aku akhirnya mengaku bahwa aku diancam oleh teman kampus lain agar tak mendekati sheila, dan saat itu sheila marah kepadaku karena aku diam saja. Besoknya sheila marah kepada orang yang mengancamku, dia juga memakinya, aku hanya diam melihat kelakuan sheila saat itu.

Aku mulai dekat lagi dengan sheila, dan kami seperti sepasang kekasih karena selalu berdua ketika di kampus, yah aku sangat menikmati keadaan ini namun sayang aku tak berani untuk mengungkapkan rasa cintaku, aku terlalu takut untuk ditolak. Yah aku seorang pecundang yang mengorbankan perasaanku sendiri karena ketakutanku selama ini.

Hingga lulus kuliah, aku tak pernah menyatakan rasa cintaku kepada sheila, dan setelah lulus kami berpisah karena dia bekerja di luar kota, sedangkan aku bekerja di kota lainnya, kami juga lost kontak karena nomor sheila tak aktif lagi. Setelah beberapa tahun akhirnya kami bertemu lagi di salah satu mall saat aku sedang mencari baju, aku melihat sheila bersama seorang pria, dan setelah berkenalan dengan pria itu, aku tahu bahwa dia adalah calon suaminya sheila. Sebelum pulang aku sempat meminta kontak sheila, dan setelah pulang aku menghubunginya.

Aku pulang dengan rasa kecewa mengetahui bahwa sheila akan segera menikah, aku yang sebenarnya menyukai sheila ini terlalu takut dan ragu, aku sudah kalah sebelum mencoba. Malam itu aku menghubungi sheila, dan setelah lama berbincang di telepon, dia memarahiku dan dengan suara isak tangis dia mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku terdiam, saat itu dia mengungkapkan perasaannya, "bim, kamu tau gak sih? Dari jaman kuliah aku sebenarnya suka sama kamu, aku tahu kamu cowok yang baik, tapi kamu gak pernah nyoba dekati aku, yang ada aku yang terus usaha dekatin kamu, dan kamu juga gak peka dengan perasaanku. Saat ini aku memilih untuk bersama pria lain, karena aku sudah lelah menunggumu, aku lelah menunggu kamu mengungkapkan perasaanmu padaku, kamu memang jahat sama aku bim". Seketika itu juga aku lemas, HP-ku terjatuh dan aku menangis, menyesali diriku yang pecundang, aku terlalu takut mengungkapkan rasaku sedangkan sheila sebenarnya menungguku untuk mengungkapkan rasaku, sungguh aku malu dan aku merasa sangat payah saat itu.

Kini semua sudah terlambat, sheila menikah dengan pria itu, dan aku? Aku masih menyesali sikap pecundangku ini, aku kalah dan aku menyesal karena aku kalah tanpa berusaha sama sekali.

Updated at: 11:19 PM

0 comments:

Post a Comment