Kisah Seorang Psikopat dan Pengungkapan Kasusnya

Suatu ketika di sebuah pemakaman umum sedang diadakan upacara pemakaman seorang wanita, keluarganya menangisi kepergiannya, dia adalah seorang ibu yang meninggal karena penyakitnya. Hadir di sana 2 orang anaknya, Seli adalah anak pertamanya, Jeni adalah anak bungsu dari ibu yang meninggal itu, kemudian ada suami beserta keluarga lain di sana.

Keluarga berduka, mereka merasa kehilangan saat jenazah ibunya mulai ditutup dengan tanah, Seli menangis namun Jeni yang tadi menangis tiba-tiba mukanya datar, Jeni tak lagi memperhatikan upacara pemakaman itu, Jeni malah memperhatikan seorang pria tampan yang hadir dalam pemakaman itu.

Pemakaman selesai, keluarga dan orang yang menghadiri pemakaman mulai pulang, namun tidak untuk Jeni, dia masih di makam, seakan kebingungan melihat kesana kemari mencari sesuatu. Kemudian ayahnya menanyakan perihal kelakuan Jeni,

Ayah : Nyari apa jen?
Jeni : Eh gak yah, yuk ah pulang
Ayah : Udah ayuk pulang, ikhlaskan ibumu.
Jeni : Iya yah..

Kemudian mereka pulang ke rumah, masih dalam keadaan berkabung karena kehilangan sosok yang mereka cintai. Di rumah terlihat beberapa keluarga dan tetangga masih terlihat membantu membereskan rumah, Seli mengurung diri di kamar, dia sepertinya terpukul dengan kepergian ibunya, sang ayah juga hanya duduk dengan pandangan kosong, sedang Jeni malah sibuk membantu saudara dan tetangganya yang sedang membantu membereskan rumah.

Setelah pemakaman itu, beberapa bulan berselang dan kejadian mengagetkan terjadi, terjadi pembunuhan di rumah itu, korbannya adalah sang ayah, dia ditusuk dengan pisau dan meninggal di kamarnya sendiri. Polisi yang memeriksa kasus itu kebingungan karena tidak menemukan barang bukti maupun petunjuk sang pembunuh, dan kasus itu terus berjalan walau sulit menemukan pelakunya.

Pada hari pemakaman, Seli terlihat menangis histeris, dia seakan tak ikhlas dengan kepergian ayahnya, Jeni kala itu juga menangis, walau tak sehisteris kakaknya. Setelah selesai, mereka pulang meninggalkan makam, namun Jeni masih di makam, dan seakan mencari sesuatu, dia terlihat mondar-mandir di sana.

Sepulangnya Jeni ke rumah, sang kakak langsung memeluknya,

Seli : Jen, ibu dan ayah sudah pergi, hanya kamu yang sekarang kakak punya
Jeni : Iya kak, Jeni sayang sama kakak, Jeni gak mau ditinggal lagi sama orang yang Jeni sayang
Seli : Kakak bakal ada di samping kamu Jen...

Mereka menangis bersamaan, kini mereka harus menghadapi kerasnya hidup berdua saja, karena kedua orang tua mereka telah meninggal.

Hanya selang beberapa bulan saja, Seli ditemukan telah meninggal dunia di kamar mandi, Jeni yang panik memanggil tetangganya, kemudian diikuti oleh beberapa polisi yang datang ke tkp, yah Seli sudah meninggal di sana tanpa bisa tertolong lagi. Penyebab meninggalnya Seli karena benturan benda tumpul, polisi mengira Seli terpeleset dan terbentur dinding kepalanya hingga akhirnya meninggal.

Saat pemakaman, Jeni terlihat kosong, dia tak terlalu histeris dalam menangis, dia seperti sangat terpukul, yah keluarga yang dimilikinya sudah pergi, ibu, ayah, dan kini Seli, mereka sudah pergi dan Jeni hanya hidup sebatang kara. Ketika para pengantar jenazah pulang, Jeni masih di kuburan, seperti sebelumnya, dia terlihat sibuk mencari sesuatu di sana.

Polisi yang sebelumnya menyangka bahwa kematian Seli karena kecelakaan di kamar mandi, kemudian berubah, polisi mengumumkan bahwa mereka sudah menemukan pembunuhnya. Keluarga besar cukup senang mendengar kabar itu, namun mereka kaget karena ternyata Jeni-lah yang dituduh sebagai pelakunya. Jeni menjalani beberapa pemeriksaan di kantor polisi, dan mengejutkan ketika Jeni mengakui perbuatannya membunuh Seli, dan bukan hanya Seli, Ayahnya juga meninggal di tangannya. Keluarga besar menanyakan alasan Jeni melakukan itu, dan mereka sangat kaget ketika Jeni menjelaskan secara detail dan sangat jelas di depan mereka,

"dulu waktu pemakaman ibu, Jeni melihat seorang pria di pemakaman, dia sangat tampan dan aku jatuh hati padanya, namun aku tak tahu siapa dia dan aku tak sempat kenalan dengannya. Lalu aku coba mencarinya, namun aku tak pernah bertemu dengannya, jadi aku berpikir mungkin saja ketika salah satu anggota keluargaku meninggal lagi, dia akan terlihat di pemakaman. Jadi aku membunuh ayah, namun sayang saat itu dia tak datang ke pemakaman ayah. Lama aku mencarinya hingga aku berpikir kalau dia datang ke pemakamn ibu, jadi aku membunuh kakakku dengan membenturkan kepalanya ke dinding, aku pikir pria itu akan datang ke pemakan kakakku, nyatanya dia tak datang juga. Aku menyesali perbuatanku itu..."

Jeni yang bersalah kemudian mendapatkan hukuman yang pantas untuknya, hukuman seumur hidup di penjara. Nasi sudah menjadi bubur, keluarga besarnya mencaci dan menghina Jeni karena dia dianggap bodoh, namun kemudian seorang psikolog menjelaskan kepada mereka,

"Jeni tidak bodoh, dia sangat cerdas meski tindakannya salah. Dia tega membunuh ayahnya karena berpikir bahwa pria yang dicarinya akan datang ke pemakaman, namun tak ada. Dia lalu membunuh kakakknya dengan harapan yang sama, namun tidak juga berhasil. Andai dia tak tertangkap, mungkin dia akan membunuh anggota keluarga yang lain, hanya untuk bisa bertemu lagi dengan pria yang dia suka. Dia memang psikopat, namun dia tidaklah bodoh, hanya jalannya yang salah, dia sangat berbahaya jika ada di luar sana."

Di dalam penjara, Jeni tak berhenti, dia malah terlibat kasus pembunuhan napi lain, bukan hanya 1 orang, namun 3 orang sekaligus, alasannya sangat sulit diterima oleh akal sehat, Jeni membunuh mereka hanya karena cemburu ketika melihat sipir penjara yang dia suka berdekatan dengan korbannya. Akhirnya Jeni dijatuhi hukuman mati, sang psikopat berakhir juga.

Updated at: 7:36 AM

0 comments:

Post a Comment