Kisah ini adalah kisah nyata yang pernah saya dengar langsung dari sumbernya, yaitu seorang pedagang kaki lima yang tak lain adalah teman saya sendiri, dia menceritakan kisah ini dengan maksud untuk memotivasi saya karena saat itu saya juga baru mulai menjadi seorang pedagang.
Saat itu teman saya sedang jualan baju di pinggir jalan, panas matahari sangat menyengat dan membakar kulitnya, keringat bercucuran deras, bajunya terkena debu di pinggir jalan. Keadaan tempat jualan saat itu memang agak ramai dengan para pejalan kaki, namun entah mengapa dagangan teman saya masih sepi pembeli, hanya satu dua orang yang mampir dan membeli.
Datang seorang bapak-bapak yang berumur sekitar 40 tahun, mengenakan seragam dinas dia memarkirkan motornya di depan lapak teman saya. Dia turun dan mendatangi lapak teman saya itu, lalu dengan gelagak yang agak congkak dia memilih-milih baju yang ada.
"silakan pak bajunya" teman saya menawarkan dagangannya,
"..." bapak itu hanya menoleh saja tanpa menjawab,
"ini ada baju yang baru pak, import dari china, harganya murah pak gak jauh beda dengan yang ada di toko" teman saya kembali menawarkan barang dagangannya, lalu sang bapak mulai menjawab sambil mencibir teman saya,
"bajunya jelek banget sih, lagian ditaruh di pinggir jalan jadi kena debu, jorok banget kamu si, gak niat jualan yah"
Teman saya hanya menundukkan kepalanya saja, yah dia sadar memang lapak jualannya saat itu berada di pinggir jalan kerana dia belum mampu menyewa kios untuk jualannya. Dengan sabar teman saya melayani bapak ini, sambil bertanya-tanya untuk lebih akrab dengannya,
"bapak kerja dimana pak? Bapak pegawai yah?", basa-basi teman saya kepada bapak itu,
"iya saya PNS di instansi itu, saya bagian yang mengurusi keuangan di sana. Kamu sudah lama jualan di pinggir jalan? Kok gak sekolah saja sih malah jualan kayak gini, gak punya masa depan kamu nanti", ceetuk bapak PNS.
"saya masih kuliah pak, saya jualan di pinggir jalan buat nambah uang dan latian jadi pengusaha pak", jawab teman saya.
"lah buat apa kuliah kalo hanya jadi pedagang kaki lima saja, mending gak usah sekolah sekalian juga sudah bisa dagang di pinggir jalan kayak gini, kamu itu menyia-nyiakan biaya yang dikeluarkan oleh orang tua kamu, mending keluar aja kalo mau dagang", jawab sang bapak. Mendengar jawaban itu, teman saya yang sedari tadi bersabar melayani bapak ini akhirnya agak emosi juga karena kata-katanya semakin menyakiti saja, akhirny teman saya menjawabnya dengan panjag lebar,
"pak, saya kuliah kan kan bukan untuk nyari ijazah dan masuk ke instansi kayak bapak, saya kan nyari ilmu. Saat ini, saya bisa mendapatkan ilmu dari pendidikan saya di kampus, saya bisa jualan di media online, saya bisa tahu ilmu manajemen, saya bisa tahu teknologi, dan saya bisa tahu caranya melayani pembeli yang menyebalkan (bapak ini maksudnya) karena saya sekolah. Oh iya, cita-cita saya adalah seorang pengusaha, karena saya sudah sekolah bertahun-tahun lamanya, saya sudah jadi bawahan para guru di sekolah saya, dan saya sudah bosan jadi bawahan terus, jadi saya memilih jadi pengusaha biar jadi bos dan gak jadi bawahan yang diperintah terus. percuma dong pak kalau kerja di kantor tapi cuma jadi bawahan, seberapapun tingginya pangkat kita, namanya tetap bawahan, beda sama pengusaha, sekecil apapun usahanya, saya akan jadi bosnya."
Setelah mendengar perkataan teman saya itu, bapak ini terdiam, dia mengambil baju dan bertanya harganya, setelah membayar dia langsung pergi dengan muka malu dan menundukkan kepalanya.
Yah kita memang terkadang terbuai dengan dunia ini, harta dan jabatan seakan membuat kita lupa bahwa yang dinilai oleh Allah Swt hanyalah derajat ketakwaan kita, bukan berapa uang kita atau setinggi apa jabatan kita. Ini hanya sebuah kisah, bukan bermaksud menjatuhkan salah satu pihak, semoga ada pelajaran yang bisa bermanfaat untuk kita semua.
0 comments:
Post a Comment