Namaku adalah Fitri, seorang anak gadis yang berasal dari pinggiran kota, hidup di lingkungan keluarga sederhana, bahkan bisa dibilang miskin. Aku tak menyalahkan keadaan orang tuaku, karena ini adalah nikmat dan rejeki yang telah digariskan oleh Tuhan kepada kami.
Aku selalu ingat pesan ibuku : "jangan malu jadi orang miskin ya nak, tetap jalani hidup dengan bersyukur"
Aku ingat ketika masuk kelas 2 SMA, ayahku meninggal dunia dan ibuku yang hanya seorang ibu rumah tangga harus banting tulang bekerja semampunya hanya demi bisa tetap menyekolahkanku. Kadang kami harus makan 1 kali saja dalam 1 hari hanya demi menabung agar aku tak sampai dikeluarkan dari sekolah karena tidak bisa bayar biaya yang ada.
Ibuku rela bekerja keras demi kelangsungan hidup keluarga kami, dia tidak ingin menyerah dan dia punya cita-cita agar aku bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Ibu kadang berkata kepadaku sebelum tidur "nak, kadang ibu membayangkan kelak akan menghadiri acara wisudamu, ibu tersenyum melihatmu memakai toga, kamu cantik sekali".
Apakah ini adalah mimpi semata dari seorang ibu yang sangat mencintai anaknya? Aku sebagai anaknya tentu sangat malu dan sedih dengan ucapan ibuku itu. Aku kadang takut tak bisa mewujudkan mimpi besarnya itu mengingat keadaan ekonomi keluarga yang sangat pas-pasan ini.
3 bulan setelah ayah meninggal, ibu semakin kurus karena lelah bekerja, kadang ibu sakit-sakitan tapi selalu menyembunyikan dariku, tentu dia tak ingin terlihat lelah agar aku tetap semangat sekolah. Hal ini justru membuatku hampir putus asa, aku pernah mengatakan pada ibu kalau aku ingin keluar sekolah dan bekerja saja, namun ibu marah-marah dan tak menghendaki keinginanku itu.
Semua orang pernah merasakan keadaan membingungkan dalam hidupnya, tak beda dengan aku sendiri yang merasakan hal itu. Kadang aku sedih kenapa keadaan keluarga kami seperti ini, dan rasanya aku ingin memberontak kepada Tuhan, namun ibu selalu mengingatkanku untuk tetap bersyukur kepada-Nya.
Setelah mempertimbangakan berbagai hal, secara diam-diam aku mencari kerja part time hanya untuk bisa membantu ibu. Beberapa kali aku mendaftar di toko dan tempat usaha lainnya, berkali-kali aku ditolak karena aku yang masih sekolah dan mereka tidak tega memberiku jadwal kerja malam hari karena aku seorang perempuan.
Hingga akhirnya Tuhan menunjukkan jalan-Nya, aku diterima kerja di sebuah toko pakaian, pemilik toko itu sepertinya iba kepadaku dan dia menerima aku sebagai pegawainya. Tugasku menjaga toko pakaian itu dari jam 4 sore hingga tutup jam 10 malam, yah aku hanya bisa bekerja dari jam 4 sore karena di pagi harinya aku masih harus sekolah hingga jam 2 siang.
Aku memberitahukan hal ini kepada ibu, awalnya dia tidak mengizinkan karena takut sekolahku terganggu, namun aku meyakinkan ibu bahwa aku bisa dan kuat menjalani hal ini. Yah, aku sadar sekolahku saat ini saja sudah terbilang berat dengan jadwal padat dan banyaknya mata pelajaran yang ada, namun demi membantu ibu dan meraih cita-citaku sebagai sarjana, aku rela bekerja meski rasanya akan sangat sulit nantinya.
Pengalaman kerja di masa SMA mungkin banyak yang merasakannya, namun bagaimana jika jarak rumah ke tempat kerjanya jauh? Itulah yang sedang aku alami saat ini. Aku tak mengeluhkan keadaan, aku terus melakukan aktivitas ini dengan semangat dan yakin.
Pagi hari aku sekolah, pulang jam 2 siang, makan dan membersihkan rumah serta mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Jam 3 aku langsung berangkat ke toko, jalan kaki kadang naik angkot kalau ada uang, kadang ada teman yang baik dan mau mengantarkanku ke toko. Dari jam 4 sampai jam 10 malam aku jaga toko pakaian, setelah itu aku pulang ke rumah dan belajar meski mata sudah sangat ngantuk, kadang aku baru bisa tidur jam 1 dini hari, atau bahkan jam 3 kalau ada pekerjaan lainnya.
Aku bersyukur masih diberikan kesempatan sekolah, aku bersyukur bisa diterima kerja, dan bosku memaklumi kondisiku. Beberapa bulan di awal kerja memang cukup berat, namun gaji yang aku terima cukup mengobati rasa lelahku selama ini, yah aku katakan sangat lumayan karena dengan kerjaku itu, aku bisa membayar biaya sekolahku tanpa membebani ibu lagi.
Apakah aku malu dengan keadaan ini? Yah, kadang aku merasa malu saat ada teman yang mengetahuinya, mereka tak jarang menghina dengan halus si anak miskin yang yatim ini, namun semua itu aku jadikan sebagai pemicu agar kelak aku bisa sukses dan membanggakan ibu.
- Sebuah kisah yang saya dedikasikan kepada seseorang yang istimewa, kisahnya sengaja saya tulis di sini, dan saya do'akan semoga kelak cita-citanya sebagai sarjana bisa tercapai, semoga dia menjadi seorang yang sukses dan membanggakan bagi ibunya!
0 comments:
Post a Comment