Saya adalah seorang sarjana S1 yang bekerja di sebuah agen pemasaran produk makanan, berposisi sebagai seorang marketing dan bekerja di jalanan menawarkan produk perusahaan ke toko-toko yang ada di kota saya. Saat ini saya sudah menikah dengan gadis pujaan hati saya sejak dulu, kami belum punya momongan dan kami masih hidup pas-pasan.
Akhir-akhir ini saya merasakan kejenuhan yang sangat di dalam pekerjaan ini, target penjualan yang tidak tercapai, atasan yang semakin keras dan semena-mena, rekan kerja yang tidak lagi asik, keluarga mertua yang semakin mempersempit gerak saya, dan masalah keuangan yang terus melanda saya dan keluarga.
Pikiran saya sudah tidak karuan di kantor, hingga secara sepihak saya memutuskan untuk keluar dari tempat kerja itu. Tanggapan istri saya biasa saja, agak cuek saat saya sudah resmi keluar,
Istri : beneran keluar mas?
Saya : Iya mah, udah gak betah.
Istri : lah saya mau dinafkahi pakai apa kalau gak kerja?
Saya : Ntar mau nyoba usaha aja mah.
Acuh dan seakan tak pernah mengerti keadaan dan tekanan yang saya alami selama ini, dia memang hanya mementingkan dirinya saja. Sebenarnya asalkan uang jatah bulanan terus ada, dia tak pernah rewel kepada saya, namun entah kenapa dia punya gaya hidup yang cukup tinggi dan membuat pengeluaran keluarga jadi boros.
Satu bulan saya tidak bekerja, masih bingung mau memulai usaha apa saat ini karena masalah pengalaman dan modal yang tidak saya miliki. Dengan menghilangkan rasa malu, akhirnya saya datang ke rumah orang tua meminta saran dan modal, mereka menyuruh saya jualan jajanan bocah dan mereka siap memberikan modalnya.
Saya sudah tak peduli dengan rasa malu, biarin dah sarjana jadi penjual jajanan anak, yang penting ada uang buat nafkahi istri.
Tapi ternyata berbeda dengan istri saya, dia marah-marah pada saya dan terus memusuhi saya karena saya menjadi pedagang di pinggir jalan. Perkataannya menyakitkan dan dia tidak mempedulikan masalah yang saya hadapi saat ini,
istri : malu! pokoknya malu! gak mau punya suami orang susah kayak gitu.
Saya : yang penting halal mah
Istri : sarjana kok jualan di pinggir jalan, malu!
Kalau anda pernah mengalami hal buruk seperti ini, hmm anda tidak sendirian karena saya juga mengalaminya dan itu sangat menyakitkan rasanya. Istri sangat cuek kepada saya, bahkan dia terus membantah apa yang saya katakan, rasanya saya benar-benar tidak dihargai saat ini.
Beberapa bulan berlalu, saya sudah jadi penjual di pinggir jalan yang mulai menikmati hasil usaha yang mungkin tak seberapa ini. Namun tetap saja, istri tak merestui dan saya seakan dikucilkan dari keluarga saat ini, menyedihkan sekali.
Lebih parahnya, istri bahkan tidak mengakui saya sebagai suaminya saat dia jalan sama temannya dan melihat saya lagi jualan, dia buang muka dan saya hanya menundukkan kepala karena sedih.
Untuk anda yang membaca cerita ini, semoga anda tidak mengalami hal buruk seperti saya, atau jika anda sedang menjalani peran susah seperti saya, semoga istri anda tidak seperti istri saya!
0 comments:
Post a Comment